KedaiPena.Com- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menilai, bahwa isu PHK yang saat ini kembali terjadi disebabkan lantaran adanya paradox economic growts atau pertumbuhan ekonomi tak memberikan manfaat bagi kalangan menengah bawah.
“Pertumbuhan ekonomi yang diumumkan pemerintah mencapai 5% tidak memberikan manfaat bagi kalangan menengah bawah,” ujarnya, Selasa,(13/6/2023).
Menurut Said Iqbal, ketika ekonomi tumbuh, mestinya ada penyerapan tenaga kerja. Di mana setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi akan ada penyerapan tenaga kerja sebanyak 200 hingga 400 ribu.
“Sekarang Pemerintah mengumumkan ekonomi tumbuh 5%. Seharusnya penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak 2 juta. Tetapi kebalikannya, yang terjadi PHK dimana-mana,” tegasnya.
Berdasarkan data KSPI, beberapa perusahaan melakukan PHK besar-besaran. Seperti PT Nikomas Gemilang ter-PHK 3261 orang, PWI 1000 orang dan dalam proses PHK kurang lebih 3 ribu orang.
Panarub sudah melakukan PHK 2.000 orang. Kemudian PT Lawe di Bandung melakukan PHK 1.800 orang, dan masih ada berbagai perusahaan lain.
“Ini menjelaskan, pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kelas menengah atas. Sedangkan kelas bawah justru terjadi PHK.”
Dijelaskan Said Iqbal, ada beberapa penyebab PHK. Pertamak karena kondisi global pasca pandemi, yang menyebabkan penurunan order.
“Jadi keberadaan Permenaker No 5 Tahun 2023 ibaratnya salah obat,” ujarnya. Yang terjadi adalah order turun sehingga terjadi PHK, tapi kebijakannya potong upah.
Ketika diberlakukan potong upah, maka daya beli akan turun. Daya beli turun konsumsi turun. Ketika konsumsi turun pertumbuhan ekonomi akan melambat dan dampaknya akan kembali terjadi PHK. Oleh karena itu, KSPI menuntut Cabut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.
Penyebab PHK kedua adalah rasionalisasi dengan relokasi. Selanjutnya adalah PHK akal-akalan yang dilakukan pengusaha dengan memanfaatkan keberadaan omnibus law UU Cipta Kerja.
Karena itu, Said Iqbal meminta agar kebijakan pasar domestik di industri padat karya harus dijaga.
“Stop impor tekstil, garment, sepatu, hingga makanan dari China. Kalau impor dikurangi, maka yang perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia bisa mengisi pasar domestik,” ujar Said Iqbal.
“Bukan sekedar impor baju bekas yang nilainya hanya milyaran yang dibiarkan. Tetapi impor tekstil dan garmen yang nilainya trilyunan justru dibiarkan,” tegasnya.
Langkah lain yang dilakukan KSPI adalah melakukan judicial review terhadap tiga paket undang-undang yang disebut mengembalikan ke sistem demokrasi terpimpin.
Yakni, cabut omnibus law UU Cipta Kerja. Revisi parliamentary threshold 4% dari suara sah nasional juga harus dimaknai 4% dari jumlah kursi DPR RI, dan cabut Presidential Threshold 20 persen.
“Pemerintah harus membuat kebijakan yang tepat. Jangan seperti salah obat. Antara kebijakan dan solusinya justru bertentangan,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena