KedaiPena.Com-Pemerintah harus dapat mengambil langkah super tegas guna merespons tindakan peretas dengan identitas Bjorka melalui grup Telegram yang mengklaim telah meretas surat menyurat Presiden Jokowi termasuk Badan Intelijen Negara atau BIN.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI Anton Sukartono Suratto menanggapi tindakan peretas dengan identitas Bjorka yang mengaku merestas surat menyurat Presiden Jokowi.
“Hal ini sudah sangat keterlaluan dan Pemerintah harus mengambil langkah super tegas,” kata Anton, Sabtu,(10/9/2022).
Anton berharap, agar pemerintah tidak hanya sekedar membuat pernyataan bahwa sistem elektronik yang dikelola aman dan tak diretas.
Padahal peretas telah menyebarkan informasi bahwa mereka sudah berhasil meretas sistem elektronik yang dikelola sangat rapat dan rahasia.
“Kalau memang dokumen tersebut aman, Pemerintah harus menunjukkan keseriusan penanganan kejahatan cyber crime. Kejar dan tangkap penyebar berita hoaks sehingga dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah,” papar Anton.
Anton mengingatkan, jika dunia maya adalah dunia tanpa batas negara. Oleh karena itu, perlu koordinasi dengan dunia international melalui Menteri Luar Negeri, BIN, Polisi dan BSSN untuk dapat menangkap pelakunya.
“Jadi tidak hanya sekedar dari blokir situs atau akun nya saja seperti yang sudah dilakukan oleh Kemenkominfo,” jelas Anton.
Anton menilai, publik telah menjadi khawatir dan mempertanyakan mengapa insiden peretasan seringkali terjadi dan seakan tidak ada penegakan hukum yang kongkrit selama ini.
“Semua insiden kebocoran data pribadi seakan selesai cukup dengan adanya pemberitaan saja,” beber Anton.
Anton berharap, pemerintah yang diwakili Kementerian Komunikasi Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), BSSN, BIN hingga Kepolisian harus serius jalankan PP no 71 dan no 80 tahun 2019 tersebut dengan baik dan terukur.
“PP No. 71 Tahun 2019 dan juga PP No. 80 Tahun 2019 yang juga mengatur aspek pelindungan data pribadi, maka setiap penyelenggara sistem elektronik selayaknya memenuhi kepatuhan hukum atas pelindungan data pribadi yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersebut,” imbuh Anton.
Dalam kedua PP tersebut, lanjut Anton, juga diuraikan asas-asas pelindungan data pribadi berdasarkan kelaziman atau best practices telah diakomodir dalam Pasal 2 ayat (5) PP No. 71/2019 dan Pasal 33 PP No. 80/2019 hingga ancaman sanksi administratif ketidakpatuhan atas aturan tersebut.
“Dari tren kebocoran data di Indonesia, seringkali yang membocorkan adalah pihak eksternal dengan melakukan peretasan karena adanya celah pada sistem keamanan data tersebut sehingga data pribadi yang dikumpulkan, diproses dan disimpan oleh instansi pemerintahan harus benar-benar diamankan secara optimal agar tidak memiliki risiko bocor,” ungkap Anton.
Terlebih, kata Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat atau Jabar ini, Presidensi G20 ditujukan mewujudkan transformasi digital dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang inovatif, adatif, dan inklusif.
“Oleh karena itu pemerintah diminta harus benar-benar serius dalam penanganan kebocoran data karena salah satu yang sangat perlu diperhatikan bahwa data yang sudah bocor tersebut sudah tidak bisa dikembalikan lagi ke server dan akan berada di internet selamanya,” pungkas Anton.
Diketahui, kebocoran data pribadi masih marak terjadi. Teranyar ialah, pada bulan Agustus 2022 ada tiga kasus kebocoran data yang terjadi pada data PLN yang menyangkut 17 juta pelanggan, kebocoran data Indihome dan 1,3 miliar data registrasi Sim card prabayar.
Sementara itu baru-baru ini, peretas dengan identitas Bjorka melalui grup Telegram mengklaim telah meretas surat menyurat milik Presiden Jokowi, termasuk surat dari BIN.
Klaim dari Bjorka tersebut kemudian diunggah salah satu akun twitter DarkTracer : DarkWeb Criminal Intelligence”. Klaim ini kemudian viral dan menjadi salah satu topik pembahasan terpopuler atau trending topic di Twitter hingga Sabtu pagi.
Laporan: Tim Kedai Pena