Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
Mungkin saja, suasana batin keluarga Novriansyah Josua Hutabarat mengalami rasa marah, sedih, sekaligus perih.
Marah, karena Josua sudah menjadi korban pembunuhan berencana masih juga disebut selingkuh dengan Putri Chandrawathi oleh tuntutan jaksa. Padahal, apa untungnya memfitnah jasad yang telah mati ditembak secara sadis?
Sedih, karena pembunuhan berencana yang sadis disertai rekayasa jahat untuk menutupi kasus dengan modus ‘tembak menembak’ hanya dituntut penjara seumur hidup. Padahal, Jaksa bisa menuntut maksimum dengan hukuman mati.
Perih, karena tidak berdaya oleh sistem. Keluarga yang menjadi korban, tidak bisa mengajukan tuntutan sendiri, diwakili negara melalui jaksa, tapi jaksa menuntut tak sesuai harapan.
Andai saja, hukum yang diterapkan adalah hukum Islam. Tentu keluarga Josua akan lega, karena hukuman bagi pembunuh menurut hukum Islam adalah dibalas dengan dibunuh, bukan dengan dipenjara.
Andai saja, hukum yang diterapkan adalah hukum Islam. Tentu keluarga Josua akan merasa puas, karena hak menuntut untuk perkara qisos pembunuhan ada pada keluarga korban bukan pada jaksa. Jika keluarga memaafkan, maka Sambo harus membayar diyat 100 unta atau 1000 dinar. Jika keluarga Josua tidak memaafkan, maka demi hukum Sambo harus dihukum mati.
Lagipula, dalam hukum Islam proses pembuktiannya simple. Tidak perlu berbulan-bulan. Cukup pengakuan, bisa langsung diputuskan. Cukup dua orang saksi, langsung bisa divonis.
Proses pidana dengan KUHP sudahlah panjang, melelahkan, anti klimaks pula. Setelah ini, putusan juga masih mungkin lebih ringan dari penjara seumur hidup.
Karena jaksa menuntut hanya seumur hidup. Hakim bisa memutus 20 tahun penjara atau lebih ringan lagi.
Akhirnya, nyawa Josua terbengkalai. Kedepan tidak akan ada lagi orang takut untuk membunuh, karena hukumannya ringan. Tidak memberikan efek jera, tidak mencegah kejahatan merajalela. Tidak bisa menjaga jiwa manusia.
Maha benar Allah SWT yang berfirman:
“Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal,”
(QS: Al-Baqarah [2]: 179)
[***]