KedaiPena.com – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan menyatakan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait rencana perpanjangan BLT El Nino Tunai atau yang diganti dengan BLT Mitigasi Risiko Pangan, tidak tepat.
Seperti diketahui, dalam Sidang Gugatan Pilpres 2024 yang digelar di Mahkamah Konstitusi hari ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kesaksiannya mengatakan, antara lain, bahwa rencana perpanjangan BLT El Nino Tunai, yang namanya kemudian diganti dengan BLT Mitigasi Risiko Pangan, diputus dalam Rapat Kabinet atau Rapat Terbatas pada 6 November 2023.
“Pernyataan Sri Mulyani nampaknya tidak tepat. Faktanya, perpanjangan BLT El Nino Tunai disetujui oleh Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet 9 Januari 2024, yaitu setelah UU APBN 2024 diundangkan pada 16 November 2023, dan setelah DIPA 2024 ditetapkan pada 28 November 2023,” kata Anthony, Jumat (5/4/2023).
Ia juga menyampaikan bahwa usulan Perpanjangan BLT El Nino Tunai tersebut berasal dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan disetujui oleh Presiden Joko Widodo, tanpa melibatkan DPR sama sekali.
Artinya, perpanjangan BLT El Nino Tunai atau BLT Mitigasi Risiko Pangan yang disetujui pada 9 Januari 2024 tersebut, tidak ada mata anggarannya di dalam APBN 2024.
“Sehingga penyaluran BLT dimaksud, yang tidak ada mata anggarannya, melanggar Konstitusi, UU Keuangan Negara, dan APBN 2024,” ujar Anthony.
Ia juga menilai pernyataan Menkeu Sri terkait pemblokiran anggaran atau Automatic Adjustment juga tidak tepat.
Dalam kesaksiannya di Mahkamah Konstitusi, 5 April 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan banyak hal, dan salah satunya terkait Automatic Adjustment atau pemblokiran anggaran Kementerian/Lembaga.
Menteri Keuangan menyatakan pemblokiran anggaran melalui mekanisme Automatic Adjustment sudah sesuai peraturan perundang-undangan seperti diatur di Pasal 28 ayat (1) huruf e, UU No 19/2023 tentang APBN 2024, yang berbunyi “….. Pemerintah dapat melakukan: penyesuaian Belanja Negara”.
“Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani ini tidak tepat. Yang dimaksud Pasal 28 ayat (1) huruf e tersebut bukan untuk memberi wewenang kepada pemerintah untuk menyesuaikan Belanja Negara dalam kondisi apapun. Tetapi, Pasal 28 ayat (1) dimaksudkan hanya dalam kondisi realisasi penerimaan negara tidak sesuai target penerimaan, atau tepatnya di bawah target penerimaan,” papar Anthony.
Secara lengkap Pasal 28 ayat (1) adalah “Dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target, adanya perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2024, kinerja anggaran telah tercapai, dan/atau untuk menjaga keberlanjutan fiskal, Pemerintah dapat melakukan:
a. penggunaan dana SAL;
b. penarikan Pinjaman Tunai;
c. penambahan penerbitan SBN;
d. pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum; dan/atau
e. penyesuaian Belanja Negara.”
“Pasal 28 ayat (1) ini hanya berlaku untuk kondisi kalau realisasi penerimaan negara di bawah target, sehingga ada rencana pengeluaran yang tidak atau belum tersedia anggarannya,” paparnya lagi.
Untuk menjaga keberlanjutan fiskal, lanjutnya, maka pemerintah diberi wewenang atau keleluasaan oleh UU APBN untuk tetap membelanjakan belanja negara sesuai anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBN 2024, dengan risiko defisit APBN meningkat.
Dalam hal ini, untuk menambal defisit anggaran APBN yang meningkat, pemerintah dapat menggunakan dana SAL (Saldo Anggaran Lebih), atau menambah pinjaman tunai atau menambah penerbitan SBN atau menggunakan saldo kas BLU atau menyesuaikan Belanja Negara.
“Yang dimaksud dengan Menyesuaikan Anggaran Negara yaitu mengurangi Belanja Negara, karena tidak ada anggarannya, untuk mempertahankan jumlah defisit anggaran yang sudah ditetapkan dalam UU APBN 2024,” kata Anthony lebih lanjut.
Ia juga menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (1) huruf e ini tidak memberi wewenang kepada pemerintah untuk bisa melakukan pengalihan anggaran, atau rincian belanja negara, dari satu organisasi ke organisasi lain, atau dari satu fungsi ke fungsi lain, atau dari satu jenis belanja ke jenis belanja lain.
“Pengalihan anggaran, atau mengubah rincian belanja negara, hanya dapat dilakukan melalui Perubahan APBN, yang disetujui DPR, dan ditetapkan dengan UU. Oleh karena itu, pemblokiran anggaran melalui Automatic Adjustment sesungguhnya melanggar Pasal 28 ayat (1) UU APBN 2024 tersebut. Selain juga melanggar Konstitusi dan UU Keuangan Negara,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena