Ditulis Oleh Politikus Partai Hanura Inas N Zubir
KRITIK menurut KBBI adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya;
Arinya apa? Kritik seharusnya bertujuan untuk mengevaluasi sebuah karya atau atau kerja, dengan menghadirkan data, fakta dan analisa, namun yang sering terjadi adalah kritik hanya sekedar kecaman atau celaan terhadap suatu tindakan atau keadaan yang dianggap menyimpang serta tidak benar menurut perspektif yang mengkritik.
Malahan yang terjadi di era sosial media ini adalah, bahwa kritik dijadikan alat untuk membangun opini pada suatu tema atau topik dengan tujuan pencitraan belaka!
Selain itu, apabila kita memang gemar mengkritik seperti yang sering dilakukan oleh BEM kepada Jokowi, maka BEM juga harus siap dikritik oleh orang-orang yang berbeda perspektif dan tidak sepemahaman dengan BEM, dan jangan malahan kemudian bereaksi keras dan bahkan ngamuk lalu menggerakan demo!
Jadi, sangat disayangkan kalau ternyata BEM sendiri lah yang justru anti kritik!
Lalu kenapa BEM begitu sensitif ketika dikritik balik? Semua itu berpulang kepada posisi BEM itu sendiri di masing-masing perguruan tinggi, terkadang malahan dipandang sinis oleh mahasiswa dikampus-nya sendiri.
Kok bisa seperti itu? Karena BEM adalah Badan Eksekurif Mahasiswa atau dengan kata lain adalah pemerintahan dalam kampus yang tidak memiliki pasukan. Hal ini, karena BEM terdiri dari segelintir mahasiswa yang tidak memiliki kewenangan untuk mengatur dan memerintah mahasiswa di kampus-nya masing-masing, justru kegiatan BEM diawasi oleh DPM atau Dewan Perwakilan Mahasiswa yang juga belum benar-benar mewakili mahasiswa.
BEM selalu memposisikan diri mereka sebagai lembaga yang mewakili kepentingan-kepentingan mahasiswa.
Nah! yang perlu dipertanyakan adalah, apakah seluruh mahasiswa disetiap perguruan tinggi memang menyerahkan kepentingan-kepentingan nya untuk diwakili oleh BEM? Lalu kepentingan-kepentingan apa saja dari mahasiswa yang diwakili oleh BEM?
Kalau memang seperti itu, maka berarti bahwa mahasiswa tak lagi punya kemampuan untuk mewakili kepentingannya sendiri bukan? Padahal sejati-nya masa-masa kuliah tersebut harus dijadikan sarana belajar mengurus kepentingannya sendiri secara mandiri!
Itulah dilema yang dihadapi oleh BEM, yang didalam kampus seolah-olah menjadi lembaga eksekutif yang menjalankan pemerintahan, tapi sayang-nya tidak punya gigi dilingkungan-nya sendiri, malahan sering dianggap mahluk asing.
Akibat-nya kemudian BEM mencari jati diri diluar kampus dengan kegiatan yang samasekali tidak akademik, bahkan hanya buang-buang energi diterik matahari tanpa mampu memberikan solusi.