KedaiPena.Com – Almarhum Moerdiono, Mensesneg era Presiden Suharto mengakui kesalahan paling besar sepanjang karirnya adalah membantu membujuk presiden Soeharto untuk menandatangani LOI dengan IMF.
Perjanjian IMF dan Indonesia itu sebenarnya untuk memperbaiki krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1997. Namun faktanya sengaja dirancang IMF untuk gagal, karena ada 140 prasyarat (‘condionalities’) yang tidak masuk akal.
Demikian disampaikan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Rabu (17/7/2019).
“LOI itu, sebagian besar tidak ada hubungannya dengan stabilitas moneter dan kurs rupiah,” kata begawan ekonomi kerakyatan itu.
Eks Tim Panel Ekonomi PBB itu menambahkan, krisis moneter dimulai di Thailand pada Juli 1997. Semua pihak membantah, bahkan IMF & Bank Dunia memuji, bahwa Indonesia super sehat dan tidak akan kena krisis.
Rizal Ramli adalah satu-satunya yang meramalkan bahwa Indonesia akan kena krisis di tahun 1997-98, di dalam Economic Outlook Econit Oktober 1996.
“Alasannya karena terlalu banyak utang swasta, ‘defisit current account’ yang besar dan Rupiah yang ‘over-valued’ 8%. Bank Dunia, IMF pejabat-pejabat memuji dan membantah bahwa ekonomi Indonesia sehat dan tidak bakal kena krisis,” ingat Rizal.
Ketika krisis tiba, Korea cepat melakukan restrukturisasi utang swasta, sehingga cepat pulih. Malaysia menolak campur tangan IMF dan paksakan ‘capital control’, sehingga ekonominya lolos dari krisis. Indonesia minta tolong IMF, akibatnya ekonomi anjlok dari 6% ke -13%, dan kota-kota rusuh ratusan korban.
Baru setelah Rizal Ramli menulis di koran internasional, memberikan kuliah di Carnegie Center di Washington DC dan Oxford tentang Malpraktek IMF di Indonesia, IMF bentuk ‘komite review’ tentang Indonesia, dipimpin oleh DR. Montek Aluwalia (eks Assisten Prof Hollis Chenery yang kemudian jadi Menteri Perencanaan India).
Montek membujuk Rizal Ramli supaya bersedia diwawancara oleh komite review tersebut. Rizal Ramli bersedia karena kenal dan menghormati Prof Hollis Chenery. Dua tahun kemudian, Komite akhirnya mengakui berbagai kesalahan IMF di Indonesia.
“Nasi sudah jadi bubur, ekonomi anjlok -13%, biaya BLBI $80 miliar, bank dan korporasi hancur, kurs Rupiah anjlok dari Rp 2500/$ jadi Rp15.000/$. Kok bisa banyak yang memuja-muja IMF di Indonesia sampai hari ini? Jangan lupa sejarah,” tandas RR, sapaannya.
Laporan: Andre Pradana