KedaiPena.Com – Politisi PDIP Eva Kusuma Sundari tidak sepakat dengan pandangan sementara kalangan bahwa biasanya makar itu didorong oleh kalangan yang dekat dengan penguasa.
 ‎‎
“Nggak kayaknya, kan kalau itu bisa diberesin di dalam tanpa dipublikkan,” kata dia kepada KedaiPena.Com di Jakarta, Minggu (27/11).‎‎
Hal berbeda dikatakan eks Ketua DPR Marzuki Alie. Kepada KedaiPena.Com, dia mengatakan bahwa dalam sejarah kerajaan di Jawa, faktanya makar kerap dilakukan orang dalam.
“Karena orang dalam paling tahu peta kekuatan rajanya,” ujar dia.
Namun, Marzuki ogah berkomentar dalam konteks ‎makar yang disampaikan Kapolri Tito Karnavian.
‎
“Carilah siapa orang lingkaran dalam,” kata dia sambil tertawa.‎‎
Kapolri Tito Karnavian sebelumnya melontarkan tudingan bahwa ada dugaan makar dalam aksi Bela Islam Jilid III yang akan digelar (2/12) mendatang.
Meski demikian, ia tidak mau menyebut secara detil kelompok mana yang diduga mau melakukan makar. Ia hanya malah menyuruh wartawan untuk mencarinya di dunia maya.
‎                  Â
‎Sementara kalangan menilai, kalau saat ini aparat keamanan mensinyalir ada pihak yang mau melakukan makar terhadap pemerintahan sah Jokowi, maka tentu ada Brutus & Durno dibelakangnya.Â
‎
Keduanya berwatak licik, penuh tipu muslihat, dan mengandung rencana yang sistematis. ‎Sejarah membuktikan perebutan kekuasaan dengan cara makar biasanya dilakukan atau ditunggangi oleh orang-orang terdekat dalam lingkaran kekuasaan. Aktornya biasanya pendamping terdekat, teman sejawat, bahkan kerabat.Â
Di Nusantara perebutan kekuasaan dengan cara-cara makar usianya sama tuanya dengan usia kerajaan-kerajaan yang ada. Bahkan Majapahit jatuh karena makar yang dilakukan oleh orang-orang terdekat di istananya sendiri, yaitu melalui intrik politik berdarah antara anak permaisuri dengan anak selir raja Hayam Wuruk yang mengakibatkan perang Paregreg.
Di tengah goncangan badai politik yang disebabkan oleh lidah panas Ahok memang bukan tidak mungkin ada Brutus dan Durno yang hendak menggunting di dalam lipatan, untuk itu sensitifitas, insting, dan naluri waspada Presiden Jokowi sangat dibutuhkan. ‎      ‎
Laporan: Anggita Ramadoni‎