KedaiPena.Com – Pihak keluarga meminta agar jenazah mahasiswa Fakultas Perikanan, Universitas Halu Oleo Immawan Randi yang tertembak peluru tajam dalam aksi unjuk rasa di kantor DPRD, Sulawesi Tenggara dapat diotopsi.
“Keluarga meminta autopsi,” kata seorang keluarga, Randi, Syah Rahadi, Jumat, (27/9/2019).
Jenazah Randi diautopsi dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Kota. Pihak keluarga sedang menunggu proses autopsi selesai.
“Ini lagi menunggu proses autopsi selesai,” papar Syah.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara AKBP Harry Goldenhardt mengatakan bahwa aksi yang berlangsung pukul 11.00 WITA itu berjalan damai.
Aksi yang diikuti sekitar 2 ribu orang itu dilakukan dengan orasi dari mahasiswa dan telah ditemui oleh Ketua DPRD Provinsi Sultra.
“Setelah ada tanggapan dari ketua DPRD tiba-tiba dari arah mahasiswa melakukan pelemparan batu ke arah petugas dan anggota Dewan,” tuturnya.
Korban sendiri ditemukan tergeletak dalam radius satu kilometer dari Gedung DPRD.
“Korban yang meninggal dunia, tempat kejadian perkaranya berada di depan Rumah Makan Minang Jaya dan kantor Depnakertrans Sultra di jalan Ahmad Yani yang berada jarak dari gedung DPRD lebih dari 1 km,” ujarnya saat dihubungi
Aksi pelemparan terjadi, pihak Dalmas pun melakukan pembubaran dan mendorong masa menjauh dari Gedung DPRD. Pada saat masa didorong melewati pos lantas massa justru melakukan pembakaran pos.
Pada pukul 16.00 WITA polisi mendapat informasi jatuh korban tewas bernama Randi dan satu kritis, serta dua mahasiswa lainnya luka-luka.
Tindakan Represif dan Arogansi Bahkan Intimidasi Kepada Gerakan Mahasiswa
Presidium Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (KOMANDO) Jakarta Selatan, Surya Hakim Lubis, turut terpukul atas meninggalnya Randi Mahasiswa Universitas Halu Oleo. Ia mengaku sangat kecewa dengan tindakan tersebut.
“Tindakan ini sangat jelas menunjukan tindakan represif dan arogansi bahkan intimidasi kepada gerakan mahasiswa,” jelas dia terpisah.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini juga mengecam keras tindakan-tindakan yang bersifat represif dan arogansi bahkan intimidasi kepada Randi dan mahasiswa di Sulawesi Tenggara.
“Perlu disampaikan dan diingatkan bahwa pada saat satu darah tertumpah dan itu menimpa mahasiswa maka itu sama saja membangkitkan amarah seluruh mahasiswa seluruh indonesia,” jelas Hogay sapaannya.
Hogay menilai, kejadian yang dilakukan kepolisian merupakan bentuk pembungkaman terhadap hak asasi manusia, dan merupakan kemunduran dalam demokrasi.
“Sebagaimana kebebasan berekspresi dijamin di dalam UUD 1945 Pasal 28F dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Akan tetapi yang terjadi belakangan ini semua hal itu seakan tidak terrealisasikan dengan secara aturan memerintahkan dan melindungi hal-hal tersebut,” tegas Hogay.
Hogay pun mengingatkan, bahwa mahasiswa bukanlah teroris, sehingga tidak perlu ada penembakan sampai memakan korban jiwa.
“Tidak sepatutnya kalian (polisi) yang diseragami dan dipersenjatai yang itu semua kalian dapatkan dari keringat rakyat,” ungkap Hogay.
Tidak lupa, Hogay mengatakan, bahwa aparatur negara yang dalam hal ini adalah polri kita mengingatkan bahwa kalian memiliki sumpah yang dikenal sebagai Tribrata dan Catur Prasetya.
Laporan: Sulistyawan