KedaiPena.Com – Ada 24 mahasiswa dan 12 pelajar yang ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka dalam aksi demonstrasi yang berujung ricuh di sekitar Gedung DPR/MPR Kompleks Parlemen Senayan 24 hingga 25 September 2019.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto mengatakan bahwa mahasiswa dan pelajar itu ditetapkan sebagai tersangka dengan berbagai alasan.
Alasanya, kata Suyudi, beragam mulai dari penyerangan petugas hingga aksi pembakaran pos polisi.
“Seperti menyerang petugas, perusakan secara bersama-sama dan bahkan ada yang melakukan pembakaran,” kata Suyudi saat dikonfirmasi, ditulis, Sabtu, (28/9/2019).
Suyudi menyampaikan bahwa polisi menyatakan para mahasiswa dan pelajar sebagai tersangka lantaran diduga melanggar antara lain Pasal 170, 212, 214, 406, 187 KUHP.
Suyudi menyampaikan saat ini para tersangka masih menjalani proses pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya.
Sedangkan untuk tersangka di bawah umur, lanjut Suyudi, saat ini dititipkan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta Timur.
“Ditahannya dengan dititipkan ke balai aman Handayani setelah melalui proses diversi dengan didampingi pihak Bapas,” tutur Suyudi.
Seperti dikutip dari data milik CNN Indonesia. Com, dihimpun, 24-25 September, polisi menangkap 105 mahasiswa. Dari jumlah itu, 24 orang ditetapkan sebagai tersangka dan 81 orang lainnya dipulangkan.
Dalam kurun waktu itu, polisi juga mengamankan 15 pelajar SMP dan SMA. Dengan rincian, 12 orang ditetapkan sebagai tersangka dan 3 orang dikembalikan ke orang tua.
Kemudian, pada 25-26 September, polisi kembali mengamankan 15 mahasiswa dan 83 pelajar. Namun, belum ada informasi apakah ada yang ditetapkan sebagai tersangka dan berapa jumlah yang dikembalikan ke orang tua.
Tim LBH Tridharma Indonesia Tuntut Pembebasan Mahasiswa dan Kecam Tindakan Represif
Direktur LBH Tridharma Indonesia
Yudi Rijali Muslim mengaku kecewa dengan aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif dan arogan saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu.
Hal itu, kata Yudi, lantaran kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang dan sepatutnya perangkat negara.
“Dalam hal ini pihak kepolisian dapat menahan diri dan melakukan penanganan unjuk rasa sesuai prosedur yang melekat kepadanya,” papar Yudi kepada KedaiPena.Com.
Yudi menambahkan, LBH Tridharma Indonesia sedianya juga telah menerima banyak pengaduan dari mahasiwa dan pelajar serta masyarakat terkait orang hilang paska aksi tanggal 24 dan 25 september 2019.
“Namun sayangnya kami selaku kuasa hukum tidak diperkenankan dalam melakukan pendampingan di kepolisian,” beber Yudi.
Yudi mengaku, bersama Tim Advokasi LBH Tridharma Indonesia juga tengah mengupayakan untuk kembali membawa pulang kendaraan bermotor yang turut serta diamankan oleh pihak kepolisian. Namun, sayangnya hal itu tidak ditanggapi secara baik dan terkesan ada pengabaian.
“Bahwa upaya aparat kepolisian dalam mengahalang halangi hingga melakukan pengusiran disaat kami menjalankan tugas kami sebagai Advokat dalam mendampingi klien adalah suatu tindakan arogan dan melawan hukum, bahwa hilangnya hak untuk didampingi oleh kuasa hukum kami duga terjadi terhadap demonstran yang lain,” tegas Yudi.
Yudi menambahkan, bila hilangnya hak untuk didampingi terjadi dapat di simpulkan segala bentuk keputusan yang ditetapkannya 24 Mahasiswa dan 12 Pelajar tersangka oleh Polda Metro Jaya adalah dapat dikatakan tidak sah.
“Bahwa hak setiap orang untuk di dampingi oleh advokat atau kuasa hukum serta berhak mendapatkan bantuan hukum hal mana atur dalam (Pasal 54, 55, 56, 114 KUHAP),” ungkap Yudi.
“Hak tersebut adalah untuk memastikan agar seseorang yang diperiksa dapat memberikan keterangan secara bebas, tanpa tekanan, paksaan atau bahkan siksaan serta memastikan agar keterangan tidak direkayasa atau digunakan untuk merugikan dirinya sendiri,” sambung Yudi.
Tidak hanya itu, tegas Yudi, berdasar Pasal 5 Ayat 1 Undang undang nomor 18 Tahun 2003 (Advokat). Advokat adalah berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
“Tindakan menghalang-halangi dalam pendampingan terhadap klien tindakan tersebut menciderai profesi kami sebagai advokat,” papar Yudi.
Yudhi menambahkan, jika berdasarkan peraturan yang ada Lembaga Bantuan Hukum dilindungi dalam Undang-undang No 16 Tahun 2015 di dalam Pasal 3 Penyelenggaraan Bantuan Hukum Advokat dilindungi.
“Oleh sebab itu, kami menuntut untuk dibebaskan semua mahasiswa, pelajar dan masyarakat yang ditahan di kepolisian di seluruh Indonesia. Kita juga mengecam tindakan aparat kepolisian yang melakukan tindakan intimidasi dan menghalang halangi Advokat dalam menjalankan tugas profesinya,” papar Yudi.
Laporan: Muhammad Lutfi