KedaiPena.Com – Penulis dan pemerhati konservasi Harley B. Sastha baru saja menyelesaikan buku terbarunya yang berjudul ‘Ciremai’. Buku ini sendiri berisi ‘review’ tentang Gunung Ciremai yang sempat dikunjungi oleh Harley.
Meskipun memulai dengan menulis Gunung Ciremai, bagi Harley, semua gunung ataupun kawasan alam yang ia datangi terasa spesial lantaran semua tempat memiliki kelebihan dan keunikan serta kekayaan flora fauna.
“Namun, Ciremai yang merupakan atap Jawa Barat atau tertinggi di tanah pasundan, adalah salah satu taman nasional di Indonesia, unik dan menarik,” ujar Harley saat dihubungi oleh KedaiPena.Com, Rabu,(16/1/2019).
Harley melanjutkan dari rangkaian jajaran gunung api di Jawa Barat, gunung Ciremai sendiri telah menyandang status sebagai taman nasional sejak tahun 2004. Ciremai berdiri sendiri atau soliter pada bagian utara tatar pasundan
Tidak hanya itu, kata Harley, selain memliki bentang alam yang memang juga indah. Sebagai gunung api, Ciremai mempunyai cerita geologinya sendiri.
“Kawah ganda, kawah burung dan goa walet merupakan beberapa diantaranya. Kalau dilihat dari sejarahnya, sejak lama Gunung Ciremai menjadi bagian dari peradaban kehidupan yang berkembang pada masyarakat sekitarnya. Sosial ekonomi dan seni budaya tumbuh mengiringinya,” tutur Harley.
Ia menambahkan keberadaannnya soliter, ternyata membuat Gunung Ciremai mempunyai peranan yang unik juga terhadap konservasi alam. Menurut penelitian Ciremai sendiri menjadi pengisi celah konservasi antara barat dan timur atau tengah pulau Jawa.
“Peradaban tua juga pernah yang berumur ribuan tahun juga pernah hidup di sekitar Gunung Ciremai,” kata Harley.
Gunung Ciremai sendiri, lanjutnya, juga mempunyai sejarah panjang dalam hal konservasi alam sebelum akhirnya ditetapkan sebagai taman nasional. Gunung ini telag didaki dan dijelajahi sejak masa Hindia Belanda.
“Tentu yang sangat terkenal saat itu seorang naturalis, alpinism sekaligus ilmuwan Franz Wilhem Junghuhn. Dalam risalah perjalanannya ia menuliskan tentang apa yang dilihat dan ditemukannya saat mendaki Ciremai tahun 1837,” imbuh Harley.
Harley mengungkapkan bahwa gunung Ciremai sendiri pertama kali ditunjuk sebagai hutan lindung oleh pemerintah hindia belanda.
“Jadi intinya saya ingin lewat buku ini para pendaki yang ingin menggapai atap tertinggi di Jawa Barat ini dapat menjadi seorang pendaki yang cerdas dan bertanggung jawab. Pendaki harus memahami etika dan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika mendaki gunung, khususnya dalam kawasan konservasi,” tegas Harley.
Dalam buku ini, tegas Harley, ada empat jalur resmi pendakian dan gambatan kawah bagian puncak, dikupas secara naratif. Bercerita secara komprehensif, mulai dari deskripsi jalur pendakian, waktu tempuh dan keterjalan jalur, koordinat dan ketinggian, toponimi tempat, tips dan kepemanduan.
“Jadi bisa untuk memudahkan para pendaki memilih jalur yang akan digunakan sesuai dengan pilihan bagi diri ataupun kelompoknya,” papar Harley.
Walaupun sejak lama Gunung Ciremai sudah menjadi salah satu gunung favorit para pendaki, namun buku panduan yang mengupasnya secara komprehensif bisa dikatakan belum ada.
“Jadi empat jalur resmi pendakian (Linggajati, Linggasana, Palutungan dan Apuy) digambarkan sendiri-sendiri sesuai kekhasan dan karakternya. Dari tingkat kesulitan, kontur kemiringan, vegetasi dan tutupan hutan, bentang alam dan lanskap, tanah dan batuan hingga cerita sejarah dan budaya yang mengikutinya. Semua itu ditulis agar, para pendakia mendapatkan informasi dan benar-benar pengalaman pendakian,” tukas Harley.
Dia pun berharap agar buku ini dapat membuat para pendaki meningkatkan kesadartahuan kawasan konservasi dan seperti apa seharusnya beraktifitas di dalamnya.
Buku ini sendiri, papar Harley, juga mendapatkan dukungan dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai yang juga terus memperbaiki tata kelola prosedur pendakian gunung Ciremai.
“Sebagaimana diharapkan beserta seluruh jajarannya dan masyarakat mitra pengelolaan pendakian TN Gunung Ciremai di empat jalur resmi. Untuk cetakan pertama bisa didapatkan dengan menghungi langsung Balai Taman Nasional Gunung Ciremai,” tegas Harley.
“Cetakan pertama ini dilaunching 22 Desember 2018 di Buper Ipukan, Taman Nasional Gunung Ciremai, Kuningan langsung oleh Kepala Balai TN Gunung Ciremai, Kuswandono,” ungkap Harley.
Laporan: Muhammad Hafidh