KedaiPena.Com – Tahun 2016, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima 1.720 permohonan. Perdagangan orang, korupsi dan kekerasan seksual anak menjadi tindak pidana yang banyak dimohonkan perlindungannya ke LPSK, selain pelanggaran HAM berat.‎
Dari 1.720 permohonan, perdagangan orang (TPPO) 140 permohonan, korupsi 103 permohonan, seksual anak 66 permohonan, penyiksaan 28 permohonan, terorisme 16 permohonan, dan narkotika 6 permohonan. Sedangkan pelanggaran HAM berat berjumlah 796 permohonan. Untuk kategori tindak pidana lain 538 permohonan dan bukan tindak pidana sebanyak 27 permohonan.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, banyaknya permohonan perlindungan dari kasus korupsi, secara tidak langsung juga membantu aparat penegak hukum menyelamatkan kerugian negara. Pada tahun 2016, total kerugian negara yang diselamatkan dari kasus korupsi dimana saksinya menjadi terlindung LPSK mencapai Rp310.617.899.000. Dengan jumlah terlindung kasus korupsi hingga tahun 2016 berjumlah 163 orang.
Selain perlindungan, korban kejahatan juga berhak mengajukan restitusi dan kompensasi. Restitusi sendiri merupakan ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pelaku kejahatan, sementara kompensasi merupakan ganti rugi yang dibayarkan oleh negara. “Pada tahun 2016, pengajuan restitusi yang difasilitasi LPSK berjumlah Rp3.205.229.396 dari 152 kasus, didominasi TPPO dan penyiksaan,†kata Semendawai, Rabu (28/12).
LPSK juga memfasilitasi pengajuan kompensasi bagi 9 korban bom Thamrin. Total kompensasi yang diajukan sebesar Rp1.390.777.000 dengan nominal kerugian yang diderita masing-masing korban berbeda antara satu dengan yang lain.Â
“Permohonan kompensasi dibacakan JPU pada sidang salah satu terdakwa di PN Jakarta Barat. Namun, majelis hakim hanya memvonis terdakwa tanpa mempertimbangkan kompensasi yuang diajukan korban,†tutur Semendawai.
Tahun 2016 juga menjadi tahun yang berat bagi LPSK dan sejumlah kementerian/lembaga lainnya, karena terjadi pemotongan anggaran, dimana pagu anggaran LPSK semula berjumlah Rp90.400.000.000, setelah terjadinya pemotongan anggaran tersisa Rp67.925.273.000.Â
“Setidaknya LPSK mengalami pemotongan anggaran sekitar 30%. Tentu saja itu mengganggu, tapi diusahakan tidak sampai mengganggu layanan bagi pemohon,†katanya.
Meski terjadi penghematan, tahun 2016 tetap menjadi tahun yang luas biasa bagi LPSK. Karena pada tahun ini, LPSK menempati gedung baru di Cijantung, Jakarta Timur. Tidak itu saja, LPSK juga berhasil memperkuat kelembagaan dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2016 tentang Sekretariat Jenderal LPSK dan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2016 tentang Dewan Penasihat LPSK.‎
Lebih Proaktif
Tahun 2016, kerja Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) boleh dibilang lebih proaktif. Hal ini tidak lepas dari lahirnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Tak hanya itu, hubungan dengan pihak lain juga makin sinergis. Terbukti dengan banyak permohonan perlindungan yang direkomendasi aparat penegak hukum lainnya.
Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyebutkan beberapa kerja LPSK yang lebih bersifat aktif pada tahun 2016, dimulai dari pemberian bantuan bagi korban bom Thamrin. Dalam hari yang sama dengan kejadian, LPSK langsung menurunkan tim untuk mendata korban di beberapa rumah sakit yang menjadi rujukan korban.
“Pendataan penting untuk mengetahui kebutuhan korban khususnya yang memerlukan perawatan medis,†kata Hasto dalam jumpa pers di kantor LPSK, Kamis (28/12).
LPSK, kata Hasto, juga langsung terjun ke lapangan pada ledakan bom di depan tempat ibadah di Samarinda, Kalimantan Timur.
Hanya saja untuk kejadian ledakan bom di Samarinda tersebut, LPSK tidak sampai memberikan bantuan dikarenakan pemerintah provinsi dan kota juga turun tangan membantu para korban. Kondisi ini tentu menggembirakan karena sudah ada keinginan dari pemerintah daerah untuk membantu korban.
“Juga pada kasus penganiayaan anak di Pinrang, Sulsel. Tanpa diminta pihak manapun, LPSK proaktif ke lapangan,†katanya.
Yang terbaru, ungkap Hasto, tim dari LPSK juga proaktif dengan menerjunkan tim ke lapangan pada kasus pembunuhan yang menimpa sebuah keluarga di Pulomas, Jakarta Timur. Tim LPSK berkoordinasi dengan pihak keluarga tanpa ada permintaan dari pihak lain.
“Sampai saat ini pelakunya belum tertangkap dan korban selamat berpotensi menjadi saksi. Kita menjajaki kemungkinan memberikan perlindungan dan bantuan bagi korban. Apalagi, informasi dari media, psikologis korban yang selamat terganggu pascakejadian,†ujar dia.
Masih kata Hasto, pada tahun 2016, permohonan yang masuk ke LPSK berjumlah 1.720. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.658 permohonan kemudian dibuatkan risalah dan dibahas pada Rapat Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK. Hasil dari RPP tersebut, sebanyak 836 permohonan dinyatakan diterima dan menjadi terlindung LPSK. Sedangkan sebanyak 797 permohonan ditolak dan sebagian ada yang diberikan rekomendasi.
“Rekomendasi maksudnya permohonan perlindungan itu bisa dilayani polisi di daerah atau cukup dilakukan pengacara saja,†ujar Hasto.
Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani menambahkan, hingga tahun 2016, jumlah terlindungan LPSK mencapai 2.531 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.829 orang merupakan korban kasus pelanggaran HAM berat. Khusus kasus pelanggaran HAM berat ini, menurut Lies, diberikan atas dasar rekomendasi dari Komnas HAM.
Selain pelanggaran HAM berat, terlindungan dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berjumlah 165 orang, korupsi 163 orang, kekerasan seksual anak 76 orang dan sisanya terlindungan dari kasus pidana umum lainnya.
Laporan: Muhammad Hafidh
Foto: LPSK/Istimewa‎