Artikel ini ditulis oleh Syafril Sjofyan, Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis Pergerakan 77-78.
Liz Truz mundur dari Perdana Menteri Inggris. Jabatan bergengsi. Baru seumur jagung. Karena mau berutang. Utang mau menutupi APBN yang ambyar. Kenapa utang lagi. Ingin agar rakyat Inggris punya kehidupan ekonomi lebih baik. Dengan memotong pajak. Pajak di potong. Pemasukan APBN berkurang ya utang jalan keluarnya. Tak terduga Poundsterling mata uang juga paling bergengsi. Ambrol nilainya.
Ojo dibandingke. Emang. Rakyat Indonesia beda dengan rakyat Inggris. Nrimo. Indonesia utangnya malah sudah sepertiga dari besarnya APBN. Artinya besaran APBN setiap tahun sepertiganya habis untuk bayar utang. Menurut begawan Ekonomi. Dr. Rizal Ramli untuk bayar bunga utang saja dengan ber utang lagi. Artinya utang kita sudah gali lubang tutup jurang.
Jurang tidak akan bisa ditutupi. Malah lubang gali-galian dimana-mana. Liz yang mundur di Inggris bertujuan meningkatkan kehidupan ekonomi dengan memotong pajak. Sementara di negerinya Presiden Jokowi. Utang ditambah untuk meningkatkan infrastruktur. Bukan langsung untuk meningkatkan kesejahteraan, pajak tidak dipotong malah dinaikkan.
Menurut para ahli. Infrastrukturnya Jokowi banyak tidak menghasilkan produktivitas ke ekonomian. ROI (Return on Investment) rendah bahkan negatif. Salah satunya LRT di Palembang. Anda sudah tahu. Penumpangnya sepi. Termasuk berbagai bandara dan pelabuhan. Sepi tanpa kesibukan. Tanpa pemasukan. Rugi. Pasti. Beban juga Pasti.
Mana lagi ROI yang rendah. KCIC Kereta Cepat Indonesia Cina Jakarta-Bandung. Sudah dihitung oleh ahli setingkat Faisal Basri memperkirakan BEP (Break Even Point) titik impasnya baru tercapai puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Mungkin ketika itu sudah jadi rongsokan atau ketinggalan jaman. KCIC sekarang sudah jadi beban APBN dan seterusnya.
Ada lagi infrastruktur ROI rendah. Ada IKN Ibu Kota Baru. Sehingga investor sama sekali tidak tertarik. Bagi Investor, ROI sangat penting. Itu nyawa mereka untuk melangkah. Jika salah, bisa bangkrut alias mati. Timbul ide rezim Jokowi obral tanah. Bahkan terkesan menggadaikan tanah air. Boleh “pakai” selama 160 tahun. Masihkah investor tidak tertarik?. Ingat ROI.
160 tahun Luar biasa. Hampir sama dengan separuh lamanya Indonesia dijajah Wulanda. 350 tahun lamanya.
Terus, bagi rejim Pemerintah, tinggal keruk APBN dan utang lagi. Maaf, istilahnya banyak menggunakan istilah ekonomi. Bagi awam, bagaimana untuk memahaminya. Mari kita sederhanakan. Seorang kenalan saya. Suku Cina. Pedagang bahan tekstil di Jakarta sukses. Ingin menjadi pengusaha industri. Keuntungan dagangnya beli tanah, digadaikan atau utang ke bank. Untuk beli mesin industri (infrastruktur) berdiri pabrik.
Belum mencapai titik impas. Dia ingin membangun real estate di Bandung Barat, dengan modal berutang lagi ke Bank. Jaminannya pabrik. Lalu real estate tidak laku. Macet. Pabrik pecah kongsi. Macet lagi. Akhirnya disita Bank. Utang lagi. Lagi utang. Ambyar.
Satu lagi contoh. Ini viral. Tahu kan kasus rental Cipaganti di Bandung. Mengembangkan infrasutruktur bisnis ke berbagai hal. Caranya mengumpulkan investor dengan iming-iming pengembalian dengan keuntungan besar. Ambyar. Pemilik terpaksa jadi penghuni rutan, di balik jeruji besi.
Tentang uraian utang apa masih bisa disederhanakan, supaya bisa lebih dicerna. Bisa. Seseorang yang gengsinya tinggi. Dengan “kecerdikannya” berutang memiliki rumah gedung, mobil mewah dan berbagai tampilan kemewahan. Supaya dianggap orang sukses, kaya, termasuk golongan elite.
Sampai kepada titik dimana kemampuan bayar sudah tidak ada. Semua bentuk kemewahan disita. Bahkan mungkin berurusan dengan Kepolisian, kejaksaan bahkan KPK.
Anda bisa tarik kesimpulan sendiri. Jika itu terjadi pada Negara Indonesia dengan besarnya utang setiap tahun harus bayar sepertiga dari APBN. Untuk bayar bunga dan pokoknya Rp805 triliun ya utang lagi.
Sampai ke titik tidak berkemampuan bayar. Konon tahun 2023 krisis ekonomi akan terjadi. Kelam kata para pejabat tinggi termasuk kata presiden. Kata Rizal Ramli tidak tahun depan. Tapi sekarang sudah berlangsung.
Tidak sama dengan kisah tentang pengusaha yang bangkrut, yang berakhir di jeruji besi. Bagi para penguasa. Sang Presiden dan menteri-menteri tidak berakhir di jeruji besi.
Bagi Negara si pembuat utang jor-joran, Presiden Jokowi, Menko Ekuin Airlangga, Menkeu Sri Mulyani atau Luhut Binsar Panjaitan, menteri berbagai jabatan, setelah berakhir jabatan mereka tetap kaya.
Minimal uang dan hadiah dari akhir jabatan miliaran. Apalagi di antara mereka disamping sebagai penguasa juga merangkap menjadi pengusaha, akan tetap kaya. Tidak akan menderita ketika ada krisis ekonomi pada Negara melanda. Hidup tetap enak. Bahkan keluarga dan turunan mereka tetap sejahtera.
Legacy rezim menjadi kelam karena utang lagi, lagi utang dan ambyar, akan menjadi beban penguasa berikutnya, menjadi beban rakyat. Termasuk infrastruktur yang ditinggalkan menjadi beban anak cucu, generasi mendatang. Ingat ada yang berumur ratusan tahun merugi, bahkan 160 tahun.
Perlu dipikirkan untuk menyusun UU tentang pertanggungjawaban pemimpin. Terutama Presiden dan menteri-menterinya yang ugal-ugalan berutang, dan infrastruktur yang merugi dan mangkrak. Harus ada resiko walaupun tidak menjabat lagi. Supaya mendatang tidak ada lagi pemimpin yang seenaknya membangun utang.
[***]