KedaiPena.com – Penetapan Ibukota Baru (IKN) oleh DPR pada Selasa (18/1) tentunya menimbulkan pertanyaan baru terkait ketersediaan energi listrik yang ramah lingkungan bagi IKN, yang digaungkan bernama Nusantara. Karena, tanpa pembukaan IKN pun kondisi Indonesia saat ini sudah krisis energi bersih.
Peneliti Senior Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Djarot S. Wisnubroto menyatakan Indonesia sejatinya saat ini sudah memiliki masalah terkait ketersedian energi listrik bersih.
“Ada atau tidak ibukota baru, Indonesia itu didesak untuk berkomitmen terhadap net zero emission. Maka PLTU akan ditutup. Yang dijadikan pengganti, diantaranya adalah PLTN,” kata Djarot saat dihubungi, Rabu (19/1/2021).
Ia menyatakan tentunya sebagai Ibukota Baru, wilayah yang ditentukan membutuhkan energi yang cukup besar.
“Kalau ibukota baru yang di Kaltim, pasti butuh energi banyak. Karena Kaltim itu biangnya batubara, mungkin sampai periode tertentu masih mengandalkan PLTU. Baru setelah itu, akan ada alternatif lain, termasuk PLTN,” ucapnya.
Untuk mempersiapkan PLTN ini, Djarot menyebutkan dibutuhkan waktu 10 tahun untuk mempersiapkan.
“Waktu itu untuk mempersiapkan, termasuk pengurusan uji kelayakan dan perizinan dan dilanjutkan dengan pembangunan PLTN,” ucapnya lagi.
Ia menyebutkan terkait pembiayaan maupun sumber daya, seharusnya sudah tidak menjadi masalah. Mengingat, sudah ada kementerian dan lembaga yang bertanggungjawab terhadap hal tersebut.
“SDM sangat berlebih. Lulusan ITB, UGM sangat banyak. Kalau Uranium, beli saja karena sangat murah dan mudah didapat. Pembiayaan pun sudah ada. Bisa pinjam via G to G. Banyak yang menawarkan. Misal, Rusia, Korea, Jepang maupun Perancis. Tentunya pertimbangan pemerintah akan memilih berdasarkan hubungan politik dan daya tarik finansial,” ungkap Djarot.
Potensi masuknya China dalam pembiayaan dan alih teknologi PLTN, menurut Djarot, agak kecil.
“Karena China adalah pemain baru di dunia nuklir. Mereka baru ekspor PLTN ke Pakistan. Itu saja. Sehingga tak ada dalam pemikiran saya, negara tersebut akan aktif menjual teknologinya,” ungkapnya lagi.
Ia mengungkapkan, Indonesia saat ini baru memiliki desain untuk reaktor riset. Belum memiliki desain untuk PLTN.
“Reaktor yang dipunyai itu reaktor riset. Didesain utk penelitian tak menghasilkan listrik. Dayanya kecil 30MW, 2M dan 100 kW. Sementara PLTN itu bisa 1400 MW,” kata Djarot.
Tapi, lanjutnya, desain PLTN sebagian besar mirip PLTU. Sehingga seharusnya tak ada kesulitan dalam desain maupun penyediaan suku cadang.
“Bagian yang non reaktor bisa disupply sendiri oleh Indonesia. Tapi untuk bagian reaktor, mungkin dipenuhi oleh vendor asing,” pungkasnya.
Laporan : Natasha