KedaiPena.Com – Partai politik Indonesia dikuasai oleh keluarga, klan dan bersifat oligarki. Mereka membiayai partai sekaligus menjadikannya sebagai “bisnis kekuasaan”.
Demikian disampaikan Radhar Tribaskoro, mantan komisioner KPU dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (16/1/2019).
“Partai politik yang identik dengan “kekuasaan yang berbisnis” melumpuhkan fungsi-fungsi politiknya sendiri, misal fungsi pendidikan politik, pendidikan kader dan seleksi kader pemimpin bangsa,” kata aktivis mahasiswa Unpad 78 ini.
Buktinya, ratusan kader partai politik mulai dari anggota Dewan kabupaten sampai Ketua DPR telah menjadi terpidana korupsi. Partai politik, imbuh dia, adalah lembaga yang paling tidak dipercaya publik.
“Karena lembaga-lembaga negara bergantung kepada partai politik sebagai sumber penyedia dan penyeleksi kepemimpinan maka kegagalan fungsional partai politik mengakibatkan kegagalan fungsional di lembaga politik (legislatif, eksekutif), hukum (yudikatif), semi-politik (birokrasi) bahkan non-politik (media dan masyarakat sipil),” sambungnya.
Ia pun membeberkan kegagalan-kegagalan parpol. Yang pertama adalah kegagalan pendidikan politik warganegara. Tidak bisa dibantah, partai politik adalah pelaku utama dan penyebar praktek politik uang. Dengan politik uang itu, partai politik mengajar warga negara memperjualbelikan hak demokrasi mereka.
“Kegagalan kedua adalah kegagalan sistem seleksi calon pemimpin. Partai politik gagal melakukan proses seleksi calon pemimpin berkualitas. Kualitas calon adalah kriteria minor dibanding isi tasnya. Sementara kegagalan ketiga yakni desain sistem pemilu. Partai politik gagal mendesain sistem pemilu yang mengunggulkan kualitas calon ketimbang isi tas calon,” urai Radhar.
Sistem pemilu kita berbasis daerah pemilihan beranggota banyak (multimember district). Sistem ini menjadikan wilayah kampanye sangat luas, dan dengan sendirinya membikin biaya kampanye sangat mahal. Akibatnya sistem ini lebih mengunggulkan kandidat berkemampuan rendah berkantung tebal daripada kandidat berkemampuan tinggi tapi berkantung tipis.
Sementara kegagalan yaitu kegagalan sistem kepartaian. Sistem kepartaian memberi insentif terlalu besar untuk partai-partai kecil. Padahal ideologi terlalu lemah untuk menyatukan, dan demokrasi bukan norma yang mengakar. Akibatnya partai terlalu mudah pecah. Partai akan benar-benar pecah bila ada kekuatan luar memasuki.
“Yang kelima adalah kegagalan pembiayaan partai. Partai politik gagal melepaskan diri dari ketergantungan keuangan kepada segelintir elit partai. Hal ini menyebabkan kebijakan partai lebih didikte oleh kepentingan elit tersebut ketimbang kepentingan partai secara umum,” Radhar melanjutkan.
Partai politik memiliki peran strategis dalam kehidupan kenegaraan. Kegagalan partai politik menimbulkan dampak strategis kepada negara. Di antara kelima kegagalan di atas, faktor kelima yaitu kemandirian partai dapat menjadi faktor pengungkit (leverage factor). Dengan memperbaiki sistem pembiayaan partai maka partai politik dapat memperbaiki kelemahan-kelemahannya yang lain.
“Usulan kami adalah pembiayaan partai politik oleh negara. Pembiayaan tersebut akan mencakup juga pembiayaan kampanye. Dengan demikian partai politik dapat melahirkan dan memperjuangkan calon-calon pemimpin yang berkualitas,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh