ADA anak-anak muda yang bekerja di sektor pengolahan limbah B3 dan sampah medis di wilayah Sumurbatu, Bantargebang, Kota Bekasi.
Ketika marak sampah medis bekas penanganan Covid-19, mereka sangat khawatir, lalu memutuskan keluar dari perusahaan.
Sebab, setiap hari puluhan limbah medis dari sejumlah rumah sakit dikirim ke purusahaan tersebut.
Awalnya mereka minta dikarantina di hotel secara bersama-sama, sebab was-was kalau pulang ke rumah bisa membawa virus menular itu.
Perusahaan berdalih rugi. Jika mau mereka diminta kerja borong, yang biasanya kerja harian.
Mereka tak sanggup kerja borongan karena kemungkinan resiko terhadap kesehatan dan keselamatannya lebih berat. Kemudian puluhan pekerja memutuskan keluar dari perusahaan.
Perusahaan minta agar mereka menandatangani surat pengunduran diri. Mereka diberi pesangon sekitar Rp12 juta. Istilah pesangon bagi pekerja di sektor yang penuh resiko.
Sebagai pekerja tidak memperoleh hak-haknya sebagai pekerja sebab dianggap mengundurkan diri.
Mereka ini akan menambah angka pengangguran nasional dan kemiskinan bersama di masa pandemi Covid-19. Para buruh tidak punya kekuatan atau daya tawar (‘bargaining position’) yang kuat.
Sewaktu-waktu bisa tersingkir alias PHK, apalagi tidak tergabung dalam Serikat Buruh. Mestinya ada serikat buruh sektor limbah B3 dan limbah medis.
Mereka di-PHK ketika sedang merayakan Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2020.
Perlu dikatahui, bahwa tempat pengolahan limbah B3 dan medis di Sumurbatu itu bersebelahan dengan TPA Sumurbatu, berdekatan dengan pemukiman warga, beberapa pendidikan anak PAUD/TK dan SD serta jalan raya.
Maka perlu perhatian semua pihak agar melakukan pengawasan secara ketat dan rutin. Jangan sampai terjadi kecerobohan.
Terutama Pemerintah Pusat harus melaksanakan pengawasan secara ketat dan rutin, bahwa pengelolaan sampah medis itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Yakni Surat Edaran Mo. SE.2/MLHK/PSLB3/P.LB3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) tertanggal 24 Maret 2020.
Dasar hukum SE adalah UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan MenLHK No. P.56/Menlhk-Setjen/2015 tahun 2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Selanjutnya, Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.020/Menkes/202/2020 tentang Protokol Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan Corona Virus Tahun 2019 (Covid-19), dan SK Kepala BNPB No. 13. A tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia yang berlaku selama 91 hari terhitung sejak tanggal 29 Februari & 29 Mei 2020.
Semua itu demi pekerja/buruh, pemulung, warga, anak-anak dalam pendidikan dan lingkungan hidup sekitar operasional perusahaan limbah B3 dan medis tersebut.
Hal ini perlu disampaikan kepada Pemerintah Pusat, apakah mereka masih peduli kepada rakyat dan lingkungan hidup? Karena wilayah ini jadi tumpuan semua pembuangan sampah, limbah B3, limbah medis bekas penanganan Covid-19, tinja/tahi, dll dari kota.
Sehingga kalangan aktivis lingkungan internasional menjuluki daerah ini sebagai salah satu daerah tercemar di dunia.
Oleh Bagong Suyoto Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Dewan Pembina KAWALI Indonesia Lestari