KedaiPena.Com – Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten menilai laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait Biaya Penunjang Operasional (BPO) Gubernur dan Wakil Gubernur merupakan bagian dari proses demokrasi publik.
“Saya anggap bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk demokrasi publik, bahwa mereka menyoroti dari hal tersebut,” ucap Kepala BPKAD Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, Jumat, (18/2/2022).
Namun, dirinya mengatakan, selama ini pihaknya telah mengikuti dan mengacu terhadap regulasi peraturan yang berlaku pada setiap tahapannya.
Ia juga menyampaikan beberapa dasar regulasi yang berkaitan dengan BPO Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, diantaranya Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2004, UU Nomor 17 tahun 2003, UU Nomor 23 tahun 2014, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2000, PP Nomor 12 tahun 2019, Permendagri Nomor 77 tahun 2020, serta Permendagri Nomor 55 tahun 2008.
“Artinya pemerintah daerah dalam hal ini melakukan proses perencanaan, proses penganggaran, proses penatausahaan, pertanggungjawaban dan laporannya mengacu pada regulasi. Intinya kita juga melakukan proses pelaksanaan penatausahaan kegiatan ini, BPO salah satunya kita melaksanakannya dengan penuh kehati-hatian” katanya.
Menurutnya, berdasarkan PP 109 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. BPO merupakan belanja yang mendukung untuk pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
“PP 109 mengatur tentang peruntukan digunakan buat apa saja BPO itu,” imbuhnya.
Untuk besaran BPO, kata Rina, paling besar 0,15 persen dari target Pendapat Asli Daerah (PAD), hal tersebut juga tertuang dalam pasal 9 ayat 1 PP 109 tahun 2000, serta pihaknya pun selalu melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat mengenai hal tersebut.
“Artinya penganggaran BPO sejak awal sudah ditempatkan, jadi artinya pemprov sudah melakukan koordinasi, komunikasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini besaran bahwa besaran seperti dan kami tidak ingin yang kami lakukan bertentangan dengan aturan jadi kita sudah lakukan hal ini dengan pemerintah pusat,” ujarnya.
“Spiritnya di PP 109 itu disentralisasi sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah yang kepanjangan tangan dari pemerintah pusat yang ada di Provinsi,” sambungnya.
Ia juga menjelaskan bahwa BPO dianggarkan pada kelompok belanja tidak langsung, sehingga berbedadengan Biaya Operasional Penyelenggaraan (BOP) yang masuknya pada program dan kegiatan, serta harus terdapat pertanggungjawaban secara rinci.
“Jadi BPO pertanggungjawaban nya karena memang berada di kelompok yang sudah unallocated, jadi tidak diatur secara khusus LPJnya, cukup kwitansi dan bisa ditambahkan oleh pernyataan kepala daerah dan wakil Kepala daerah” jelasnya.
Selain itu, BPKAD juga tidak mempersoalkan terkait laporan MAKI terkait hal tersebut, lantaran itu merupakan bagian dari demokrasi publik, dimana setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya.
“Nanti kita serahkan saja kepada lembaga yang memang berwenang terhadap penanganan yang lebih lanjut,” pungkasnya.
Sebelumnya, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman telah melaporkan adanya dugaan tidak tertibnya administrasi dan penyimpangan mengarah dugaan korupsi biaya penunjang oprasional (BOP) Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pada tahun 2017-2021 di Kejaksaan Tinggi (Banten) Banten beberapa waktu lalu.
Laporan: Muhammad Lutfi