KedaiPena.Com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak menilai, kebijakan larangan penjualan minyak goreng curah yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2022 merugikan pelaku UMKM.
Amin begitu ia disapa juga memandang, kebijakan tersebut akan membuat UMKM kian terjepit lantaran berbagai dampak yang ditimbulkan.
“Pelaku usaha minyak goreng curah umumnya berskala industri rumah tangga (home industry) dan tidak memiliki persediaan bahan baku sehingga harga minyak goreng curah sangat dipengaruhi pergerakan harga sawit atau crude palm oil (CPO),” kata Amin, Jumat, (26/11/2021).
Amin menegaskan, para pelaku minyak curah juga tidak memiliki MoU jangka panjang seperti pengusaha minyak goreng kemasan yang kebanyakan pengusaha besar
Sehingga ketika harga sawit naik, kata dia, harga minyak goreng curah langsung melejit, sedangkan harga minyak goreng kemasan relatif stabil.
“Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, larangan minyak goreng curah mematikan UMKM, sedangkan pelaku usaha besar semakin memperluas pasar, bahkan membentuk pasar oligopoli, “ kata Amin.
Sementara itu, terkait kurang higienis dan kemungkinan terkontaminasinya minyak goreng curah, kata Amin, pemerintah seharusnya bukan melarang, tetapi membuat regulasi untuk bisa mengontrol perdagangan migor curah.
Regulasi antara lain mengatur agar distribusi terhindar dari kontaminasi, sanksi tegas bagi pelaku oplosan dengan minyak jelantah, dan kemasan sesuai standar.
Adalah kewajiban pemerintah memberikan pembinaan kepada UMKM dan melindungi usaha rakyat dari ancaman usaha besar dengan praktek monopoli atau oligopoli.
Dalam situasi ekonomi yang masih terdampak pandemi Covid 19, kalangan masyarakat bawah membutuhkan produk minyak goreng yang murah. Mengingat minyak merupakan kebutuhan pokok masyarakat.
Pelarangan tersebut akan memiliki dampak sosial sangat besar, dan para pelaku UKM tersebut kehilangan sumber penghasilan untuk kehidupan mereka.
Pemerintah juga harus memperhatikan regulasi di sektor hulu (minyak sawit/crude palm oil) sebagai bahan baku minyak goreng.
Laporan: Muhammad Hafidh