KedaiPena.Com – Anggota komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati menegaskan, jika pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur (Kaltim) tidak bisa menggunakan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN.
Pasalnya, kata Anis, sebagaimana tertuang dalam PP no.23 tahun 2020, program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional.
Program ini merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19.
“Saya mengingatkan pemerintah bahwa program PEN harus tepat sasaran yaitu percepatan penanganan Covid-19, pemulihan dan penyelamatan ekonomi nasional,” tegas Anis, Kamis, (20/1/2022).
Termasuk, kata Anis, program PEN ini bertujuan untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
“Sehingga, jika pembiayaan pemindahan ibukota negara menggunakan dana PEN, maka pemerintah telah melanggar UU no.2 tahun 2020,” ujar Anis.
Anis juga menyoroti, terkait dengan Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita. Ia mengatakan bahwa ketika ingin menilai kinerja, maka akan lebih nampak capaiannya ketika disandingkan dengan capaian negara lain.
Anis mengemukakan data yang dikeluarkan oleh World Bank yang menyandingkan capaian GDP per kapita Indonesia dengan negara tetangga Malaysia dan Thailand. Pada rentang tahun 1970-1996 (sebelum krisis moneter), grafik Indonesia melandai.
“Kalaupun ada kenaikan, naiknya hanya sedikit sekali. Sementara pertumbuhan ekonomi Malaysia dan Thailand meroket. Pada tahun 1996, GDP per kapita Indonesia hanya 1.100 USD, sementara Thailand menjadi 3.000 USD, dan Malaysia nyaris 5.000 USD,” jelas Anis.
Anis menuturkan, setelah krisis moneter pada rentang tahun 1999-2011, Indonesia relative bisa sama pertumbuhannya dengan Malaysia dan Thailand, dimana grafiknya terus naik. 2012-2020, grafik kita melandai lagi.
“Sementara Malaysia dan Thailand, meski sempat turun naik, terus meroket. Pada tahun 2020, saat GDP Malaysia sudah di angka 10.400 USD per kapita per tahun dan Thailand sudah 7.000 USD, Indonesia masih di angka 3.800 USD. Perbandingan ini baik untuk evaluasi kesejahteraan masyarakat kita,”Anis.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menambahkan,dengan GDP Malaysia yang jauh diatas Indonesia, maka sangat wajar jika banyak diantara rakyat Indonesia yang tergiur untuk mengadu nasib di negara tetangga.
“Hal ini mungkin yang menjelaskan mengapa 3 juta lebih rakyat Indonesia mencari nafkah di Malaysia,” papar Anis.
Ia mengingatkan, pemerintah agar tidak asyik dengan data dan capaiannya sendiri, kemudian lupa bahwa data itu ternyata masih jauh dibandingkan dengan negara lain.
Realita di lapangan, angka-angka capaian yang disampaikan pemerintah nyatanya belum berdampak signifikan untuk kehidupan rakyat.
“Masih sangat banyak rakyat yang hidup susah,” katanya. Bagaimanapun, APBN merupakan instrument kesejahteraan rakyat,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh