KedaiPena.com – Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin menyayangkan kebijakan pemerintah dalam hal ini Badan Urusan Logistik (Bulog) yang sibuk mengurusi impor beras ketimbang menyerap hasil panen petani. Menurutnya, rencana impor beras sebanyak dua juta ton adalah langkah mundur dan menyakiti hati petani.
“Sekarang kok Bulog lebih sibuk impor daripada pengadaan. Menurut saya kebijakan itu buruk sebab kasihan petani karena pasti akan mempengaruhi harga di tingkat bawah,” kata Andi Akmal, Jumat (31/3/2023).
Ia menyatakan sejauh ini, cadangan beras yang dimiliki Bulog juga belum maksimal. Artinya penyerapan yang dilakukan terkesan lamban. Padahal saat ini Indonesia tengah mendekati puncak panen raya. Disisi lain, dia juga menyayangkan mengapa Bulog hanya menyerap beras petani pada posisi rendah.
“Itu kita sesalkan karena Bulog sudah dikasih harga yang fleksibilitas. Malahan ada perusahan swasta yang cukup besar yang siap menampung hasil panen raya. Tetapi sekali lagi mengapa cadangan beras Bulog belum maksimal?” ujarnya.
Karena itu, Politisi PKS ini menegaskan, fraksinya di DPR menolak tegas rencana impor beras dua juta ton yang dinilai telah mencederai nilai dan semangat petani dalam berproduksi.
“PKS sudah jelas ya menolak keras impor. Apalagi angkanya tidak masuk akal. Terlebih bulan Maret dan April ini memasuki puncak panen. Ini ada apa? Jangan selalu mempertimbangkan konsumen tapi petani merugi,” ujarnya lagi dengan tegas.
Andi Akmal menyatakan pengumuman impor beras dalam waktu dekat ini pasti berpengaruh, baik itu secara psikologis maupun langsung terhadap harga di tingkat petani.
“Semua serba dirugikan. Petani tertekan, konsumen masih juga membayar lebih tingginya harga beras. Panen raya tak berpengaruh apapun di masyarakat terhadap ketersediaan maupun harga beras yang wajar,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui bersama, rencana impor beras menguat setelah Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menugaskan Perum Bulog untuk segera melakukan impor dalam memenuhi cadangan beras pemerintah. Sampai saat ini, penolakan impor terus berdatangan dari sejumlah kalangan.
Laporan: Ranny Supusepa