KedaiPena.Com- Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, memberikan respon terkait dengan program vaksinasi mandiri yang terbit dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 10 tahun 2021.
Netty begitu ia disapa meminta, agar Pemerintah dapat transparan dan terbuka menjelaskan tentang vaksin gotong royong.
“Untuk mempercepat apa? Apakah sasarannya di luar 181 juta peserta? Atau apa? Pemerintah kan sudah menetapkan 70 persen populasi ini untuk mencapai herd immunity sebagai basis tujuan vaksinasi dan menjamin gratis. Apalagi pengusaha juga belum memberikan data peserta vaksinasi ini, ” kata Netty dalam keterangan media, Minggu, (28/2/2021).
Ketua DPP PKS ini menekankan kalau program ini hanya mengejar target 181 juta penerima vaksin, maka berpotensi redundant dalam penganggaran.
“Keterangan Kemenkes saat rapat dengan Komisi IX beberapa waktu lalu, 181 juta peserta vaksin itu dikonversikan menjadi kebutuhan dosis vaksin yang pengadaannya menggunakan APBN. Jangan sampai segelintir orang mendapatkan keuntungan, sementara negara dirugikan, ” terangnya.
Dalam beberapa kesempatan Menkomarves menyampaikan bahwa vaksin mandiri memakai vaksin sinopharm di luar vaksin program pemerintah dan akan melakukan pemesanan dalam waktu dekat.
” Jika vaksin gotong royong ini menggunakan sinopharm dan lainnya Pemerintah harus membuktikan secara terbuka skemanya bagaimana, ketersediaan sinopharm berapa, kapan datang, dan bagaimana implementasinya? ” lanjut legislator asal Jawa Barat ini.
PMK nomor 10 tahun 2021 menjadi dasar pemerintah untuk memberikan kewenangan yang besar kepada pihak swasta untuk melaksanakan vaksinasi dari hulu hingga hilir.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga mengingatkan pemerintah agar pengusaha dan perusahaan yang mengikuti program ini harus menjamin bahwa vaksin bagi karyawan dan keluarganya ini gratis dan tidak memotong gaji pekerja.
Kedua, lanjut Netty, jangan sampai ada oknum pemburu rente yang tidak bertanggung jawab, bahkan memperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi atau bahkan terbuka kepada masyarakat yang tidak sesuai peruntukannya.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus melakukan pengawasan mulai dari proses pengadaan, distribusi, dan pelaksanaan vaksinasi di fasilitas kesehatan sebagaimana disebut dalam aturan. Vaksin yang akan digunakan terpenuhi tahapan dan prosesnya secara ilmiah, sesuai dengan aturan meliputi aspek safety, efficacy, dan quality serta mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM dan kehalalan dari MUI, ” pungkas Netty mengakhiri.
Laporan: Muhammad Lutfi