KedaiPena.Com – Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan, jika pihaknya masih ingin memperkuat sistem presidential treshold (PT). Ia pun menilai, PT atau syarat ambang batas pencalonan presiden masih dibutuhkan.
“Fraksi kami tegas dalam kaitan ini untuk memperkuat sistem presidential, PT masih dibutuhkan. Hal ini sebagai upaya mengharmonisasikan dan mensinergikan sistem presidential dengan multi-partai,” tegas Hendrawan saat dihubungi, Minggu, (12/12/2021).
Hendrawan juga mengungkapkan, jika di Indonesia saat masih banyak partai. Sehingga, kata dia, agar efektif memang diperlukan presidential threshold.
Hendrawan menambahkan, Presiden harus mendapat dukungan sejumlah parpol yang kuat. Bila tidak, kata Hendrawan yang terjadi adalah penerapan sistem parlementer.
“Ada aksioma politik, sistem presidensial hanya cocok dengan sistem multi-partai sederhana, bahkan cukup 2-5 partai saja. Di Indonesia masih banyak partai, sehingga agar efektif, Presiden harus dapat dukungan sejumlah parpol yang kuat,” papar Hendrawan.
Anggota Komisi XI DPR RI juga menyoroti, sejumlah gugatan terkait presidential threshold yang dilakukan oleh sebagian pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut dilayangkan lantaran keinginan sejumlah, salah satunya DPD RI agar presidential threshold dapat diturunkan hingga nol persen.
“Jadi kita tunggu saja. Baik yang pro maupun yang kontra punya argumen yang kuat. Tinggal konsensus politik dan konsistensi putusan MK,” pungkas Hendrawan.
Diketahui, DPD RI, mendaftarkan gugatan kepada presidential threshold yang semula 20 persen agar dapat menjadi nol persen ke Mahkamah Konstitusi.
Ialah dua anggota DPD Fachrul Razi dan Bustami Zainudin mendaftarkan gugatan berupa permohonan pengujian materiil Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait presidential threshold didampingi kuasa hukum Refli Harun.
Selain DPD, gugatan terhadap ambang batas pemilihan presiden dari 20 persen menjadi 0 persen juga dilakukan oleh Politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono.
Eks aktivis mahasiswa ini menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena menilai aturan itu menguntungkan dan menyuburkan oligarki. Ferry memberikan kuasa kepada Refly Harun.
Laporan: Muhammad Hafidh