KedaiPena.Com – Perekonomian Indonesia diprediksi akan tetap mendapatkan ancaman di tahun depan khususnya dari dampak pandemi Covid-19 yang belum berkesudahan. Resiko yang paling jelas adalah beberapa negara akan melakukan pengetatan karena gelombang dan munculnya varian baru covid-19.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR Ahmah Hafisz Thohir saat memberikan pandanganya pada situasi ekonomi yang ditimbulkan akibat dampak dari Covid-19 selama setahun belakangan ini.
“Pandemi covid-19 terus bervarian sementara akses dan kecepatan vaksinasi kita masih lemah. Meskipun saat ini kita sudah mampu melakukan vaksinasi 300 ribu per hari, namun target 180 juta vaksinasi masih sangat jauh dari selesai,” kata Hafisz sapaanya, Jumat, (4/6/2021).
Hafisz mengatakan, jumlah tersebut sangat jauh berbeda dengan AS yang saat ini sudah mencapai 2 juta vaksin per hari dengan, 49% tervaksin tahap kedua dan 39% vaksin tahap pertama.
“Ini menjadi tantangan yang sulit bagi kita untuk dapat hidup kembali menuju normalisasi ekonomi dan kehidupan,” papar dia.
Hafisz juga menjelaskan, Faktor lain yang penting adalah posisi kebijakan moneter. Misalnya, AS yang masih kuat mempengaruhi pasar global, Infalsi yang terjadi dan akan menimbulkan tekanan bagi kebijakan moneter pada tataran global.
Ia menyarankan, agar pemerintah harus bersiap jika Bank Sentral AS, The Fed melakukan perubahan kebijakan moneter dengan mengurangi intervensi likuiditas serta melakukan pengetatan dan kenaikan suku bunga.
“Maka dikhawatirkan bencana taper tantrum seperti tahun 2013 silam akan kembali terulang, moneter global akan cepat berubah jika kebijakan moneter AS diperketat. Normalisasi kebijakan moneter AS ini akan mendorong pembalikan arus modal, dapat dipastikan akan terjadi aliran modal asing keluar dari emerging market (termasuk Indonesia),” ungkap Waketum PAN ini.
Ia menambahkan, pasar keuangan Indonesia nantinya akan goyang, salah satunya pelemahan terhadap nilai tukar rupiah yang sangat dalam terhadap dolar AS.
“Maka dapat dipastikan ini akan merubah kondisi imbal hasil surat berharga negara maupun nilai tukar rupiah,” ungkap dia.
Ia melanjutkan, akibatnya rupiah juga akan berpotensi melemah karena kebijakan taper tantrum atau kondisi pasar yang bergejolak ketika bank sentral mulai mengetatkan kebijakan
“Alalagi investor asing yang ada di pasar keuangan domestik masih terbatas pada skala kecil. Salah satu langkah untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah bekerja sama dgn otoritas seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus melakukan pendalaman dan pengembangan pasar keuangan,” tandas Hafisz.
Laporan: Muhammad Hafidh