KedaiPena.Com- Ajang G20, yang berlangsung di Indonesia pada 2022 ini dapat menjadi momentum bagi percepatan proses transisi energi di tanah air. Pasalnya,mitigasi perubahan iklim tidak lepas dari sektor energi, dengan sekitar 30 persen dari total emisi karbon berasal dari sektor tersebut.
“Salah satu prioritas kami di Komisi VII DPR RI yang membidangi sektor energi, riset, inovasi, dan industri dalam rangka mendorong pemanfaatan energi bersih adalah RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Mengingat juga perlu adanya terobosan agar tercapainya target 23 persen bauran energi nasional kita dari EBT pada 2025,” papar Anggota Komisi VII DPR Dyah Roro Esti, ditulis, Minggu,(13/2/2022).
Dyah Roro juga menyampaikan, jika pemanfaatan EBT di Indonesia baru 2,5 persen dari total potensi yang dimiliki, sehingga perlu kerja sama multisektoral, dari sisi pemerintah, legislator, swasta, masyarakat umum, termasuk para pemuda.
“Salah satu faktor utama dalam pengembangan EBT adalah terkait dengan harga, di mana harga EBT masih belum kompetitif, sehingga perlu dukungan regulasi terkait masalah ini,” imbuh Dyah Roro.
Oleh sebab itu, tegas Dyah, pembahasan mengenai transisi energi tidak terlepas dari inovasi, yang dapat berdampak pada harga agar menjadi lebih kompetitif.
Menurut dia, peraturan yang mendukung diperlukan untuk mendorong upaya tersebut. Saat ini, pemerintah mulai melakukan skema terkait masalah pembiayaan misalnya melalui penetapan harga karbon, yang berkisar 2,5 dolar AS per metrik ton CO2.
Dyah Roro berpendapat ajang G20 juga harus dipandang sebagai kesempatan untuk belajar dari negara-negara maju dalam hal pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan seperti gas sebagai motor utama transisi, hingga EBT.
Dengan semangat G20, lanjutnya, diharapkan Indonesia mampu menarik dan mengoptimalkan bantuan internasional dari negara-negara yang telah maju dari segi teknologi dan implementasi mitigasi perubahan iklim.
Ia menegaskan, jika bantuan- bantuan tersebut dapat berupa pendanaan hijau atau green funding, climate financing, ataupun transfer knowledge.
Anggota Dewan Komisaris Low Carbon Development Indonesia (LCDI) ini juga menekankan bahwa transisi energi harus dipandang bukan lagi sebagai beban, namun peluang.
“Menurut hasil riset dari LCDI, transisi energi dapat menghasilkan 15,3 juta pekerjaan pada tahun 2030, ini sebuah peluang yang patut untuk kita maksimalkan,” pungkas Dyah Roro.
Laporan: Muhammad Lutfi