KedaiPena.Com- Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir mengaku heran dengan implementasi belanja negara yang cukup besar dalam rentang lima tahun terakhir ini.
Pasalnya, kata dia, besarnya belanja negara tersebut tidak selaras dengan pertumbuhan ekonomi yang ada.
“Saya melihat belanja Pemerintah dari tahun 2016-2021 selalu meningkat. Namun pertumbuhan ekonomi stagnan hanya dikisaran 5 % saja,” ungkap Anggota DPR RI dari FPAN itu kepada wartawan, Sabtu( 6/2/2021).
Sementara, lanjut dia, untuk keluar dari middle income trap paling tidak Pemerintah harus bisa menggenjot pertumbuhan ekonominya di angka 6.5% minimal.
“Nah pertumbuhan 5% ini dapat diartikan bahwa insentif fiskal yang sebegitu besar tidak efektif dan hanya dinikmati oleh golongan tertentu saja,” tandas Waketum PAN itu.
Bisa jadi stagnannya pertumbuhan ekonomi meskipun ditopang insentif fiskal, kata Hafisz, insentif fiskal berupa relaksasi pajak di dalamnya tidak dimaksimalkan bagi sektor usaha.
“Kebijakan pajak perlu di perkuat yang tidak pro kepada dunia usaha harus diubah. Terbukti dunia usaha tidak bangkit sehingga pajak menjadi tidak efektif karena itu kebijakan selama ini perlu di reformasi. Setiap single sen harus bisa mengubah kondisi rakyat. Karena rakyat inilah nanti yang akan membayar pajak,” tandasnya.
Hafisz juga mendorong agar penerimaan negara dari sektor pajak dapat dimaksimalkan, maka harus dibarengi dengan peningkatan jumlah sumberdaya manusianya. Sebab, kata dia, sejauh ini ratio petugas dengan wajib pajak itu cukup jomplang.
“Petugas pajak masih sedikit tidak sesuai rationya. Jumlah wajib pajak (WP), rationya masih 1:936 artinya, beban SDM perpajakan sangat tinggi, sementara tingkat kepatuhan perpajakan menurun drastis. Data Juni 2019, tingkat kepatuhan hanya 67,4 %. Turun dari angka 72,6 % thn 2017,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi