KedaiPena.Com- Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan negara pada APBN 2021 mencapai Rp1.743,6 triliun, atau tumbuh sebesar 6,7 persen dari realisasi sementara tahun sebelumnya. Sementara itu, alokasi belanja negara pun mengalami peningkatan sebesar 6,2 persen menjadi Rp2.750 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menekankan pentingnya kebijakan fiskal konsolidatif dalam melanjutkan proses pemulihan
dan risiko pengelolaan fiskal.
“Di tengah kondisi lemahnya ekonomi yang sampai ini masih berlangsung, tentu saja kita perlu melengkapi
kebijakan stimulus fiskal yang ekspansif dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang berlangsung, dengan upaya konsolidasi menuju target disiplin fiskal seperti yang diatur dalam UU No. 2 tahun 2020,” kata Putkom sapaanya, Kamis, (28/1/2021).
Namun selain itu, kata Putkom, pemerintah tetap perlu berhati-hati dalam pemenuhan pembiayaan.
Pasalnya, tahun lalu masih ada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) cukup besar yang perlu dioptimalkan untuk pembiayaan tahun 2021.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit APBN tahun 2020 sebesar 6,09 persen
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau lebih rendah dibandingkan perkiraan sebesar 6,34 persen
terhadap PDB sesuai target Perpres No. 72 Tahun 2020.
Sementara untuk tahun ini, pemerintah
memperkirakan defisit APBN sekitar 5,7 persen terhadap PDB. Terkait PEN sendiri, Pemerintah telah memastikan bahwa program ini akan berlanjut dalam APBN Tahun 2021 untuk menjaga momentum pemulihan dengan alokasi anggaran sebesar Rp533,1 triliun.
Jumlah tersebut di antaranya mencakup alokasi untuk kesehatan sebesar Rp104,70 triliun, perlindungan sosial
sebesar Rp150,96 triliun, program prioritas sebesar Rp141,36 triliun, serta dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi mencapai Rp156,06 triliun.
Namun, jumlah ini dinilai masih mungkin berubah seiring dnamika perkembangan ekonomi.
“Nomenklatur PEN harus dipastikan lagi karena menyangkut konsistensi dan kesinambungan dari program
sebelumnya. Termasuk, penjelasan lebih lanjut apakah alokasi PEN ini juga mencakup alokasi belanja pada
kementerian/lembaga, seperti pada anggaran PEN 2020. Tentu, kita sadari betul perkembangan yang kian
dinamis dapat menyebabkan penyesuaian atas desain stimulus. Yang penting, langkah antisipatif sudah
disiapkan pemerintah untuk mengatasi dinamika pasar ke depan,” tutur Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini.
Putkom pun mengingatkan pemerintah agar melakukan evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan program PEN
tahun lalu, agar pelaksanaannya di tahun ini dapat berjalan lebih baik. Pasalnya, realisasi anggaran PEN
tahun 2020 masih di kisaran 83,4 persen dari total pagu sekitar Rp695,2 triliun.
“Efektivitas implementasi PEN menjadi yang paling utama. Kita harus berkaca pada pelaksanaan tahun lalu.
Perbaikan dan integrasi data hingga mekanisme penyaluran menjadi kunci untuk memastikan program ini
berjalan tepat sasaran di tahun ini. Tentunya, penyerapan juga perlu digenjot sejak kuartal I-2020 untuk
melanjutkan momentum pemulihan akhir tahun lalu dengan lebih maksimal,” ungkap Putkom.
Putkon memandang serangkaian stimulus fiskal ini juga memerlukan dukungan bauran stimulus moneter dan sektor perbankan.
“Tentu instrumen fiskal ini masih belum cukup untuk membangkitkan perekonomian mengingat hingga
saat ini pertumbuhan kredit masih lesu, meski Bank Indonesia sudah beberapa kali menurunkan suku bunga kebijakan dan melakukan injeksi likuiditas. Oleh karenanya, tetap diperlukan dorongan bauran kebijakan yang memadai antara fiskal, moneter, dan perbankan, agar manfaat lebih terasa untuk kebangkitan sektor riil,” tutup Putkom.
Laporan: Muhammad Hafidh