KedaiPena.com – Pengembangan industri baterai dan kendaraan berbasis listrik diharapkan mampu membantu ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar dan mengurangi maupun mencegah kerusakan pada lingkungan. Jika tidak terjadi, artinya dibutuhkan percepatan dari semua pihak yang terkait dengan industri baterai dan kendaraan berbasis listrik (electric vehicle – EV).
Anggota Komisi VI DPR RI, Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid menyatakan angka kebutuhan baterai listrik untuk kendaraan pada tahun 2035 haruslah angka tepat dan bisa dipertanggungjawabkan, bukan hanya forecasting.
“Jangan kayak jalan tol Sumatera. Waktu awal dihitung, katanya, LHR 25 ribu per hari. Faktanya, hanya tiga ribu, bahkan kurang dari tiga ribu pada ruas tertentu. Mungkin 25 ribu itu Termasuk macan sama tikus,” kata Nusron dalam RDP Panja BUMN Energi, Senin (12/9/2022).
Selain itu, ia mempertanyakan bagaimana caranya melakukan percepatan, jika kebutuhan pada tahun 2035 adalah 59 GWh, sementara produksi pada tahun 2026 baru 10 GWh.
“Dan dikatakan, mampu mengurangi impor bahan bakar sekitar 29 juta barrel per tahun. Padahal impor bahan bakar Indonesia adalah 720 ribu barrel per hari dengan kecenderungan naik. Artinya, efisiensinya hanya 12 persen. Tidak bisa menjawab defisit transaksi ekonomi Indonesia,” ucapnya tegas.
Nusron juga menegaskan pengembangan baterai ini juga harus sejalan dengan industri mobil listriknya.
“Jangan nanti baterai-nya sudah ada, mobilnya tidak ada. Memang bisa kita ekspor baterai-nya tapi jadinya tidak berdampak pada transaksi kita dan upaya pengurangan emisi,” ucapnya lagi.
Ia mengemukakan juga kepada pihak Freeport Indonesia, untuk menggunakan PLTSurya sebagai sumber energi pembangunan Smelter Tembaga, yang dinyatakan 170 Mega Watt.
“Sebaiknya ada sinergi, agar dalam Smelter menggunakan PLTSurya. Minimal, untuk penggunaan di siang hari. Malam baru pakai listrik PLN. Sehingga dosa lingkungan Freeport, Antam dan Mind.id bisa terbayar,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa