KedaiPena.com – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin menyatakan wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD harus dikaji secara mendalam karena menyangkut prinsip kedaulatan rakyat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Ia menyampaikan hal ini, untuk menaggapi pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto terkait pemilihan kepala daerah melalui DPRD di setiap tingkatan, baik di level kabupaten/kota maupun provinsi.
“Merujuk pada UUD 1945 Pasal 18 Ayat 4, gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala daerah harus dipilih secara demokratis,” kata Zulfikar dalam keterangannya, Selasa (17/12/2024).
Ia menjelaskan dalam konteks ini, ada dua model pemilihan yang bisa dianggap demokratis, mandat tunggal dan mandat terpisah.
“Mandat tunggal berarti rakyat memilih wakilnya di DPRD, lalu DPRD yang memilih kepala daerah. Dan, dimana mandat terpisah, rakyat memilih langsung perwakilannya di legislatif dan kepala daerahnya,” ungkapnya.
Zulfikar menilai bahwa sistem mandat terpisah atau pemilihan kepala daerah langsung lahir dari pengalaman sejarah. Sebelum era Pilkada langsung, kepala daerah dipilih oleh DPRD melalui mekanisme mandat tunggal. Namun, sistem tersebut dinilai lebih banyak menimbulkan persoalan yang cenderung melibatkan kepentingan elite politik.
“Kalau kepala daerah dipilih DPRD, persoalannya lebih sering terkait elit. Pertanyaannya, rakyat dikemanakan? Padahal, pembukaan UUD kita menegaskan bahwa kedaulatan itu milik rakyat. Di mana letaknya kedaulatan rakyat kalau pemilihan dikembalikan ke DPRD?” ungkapnya lagi.
Ia menekankan bahwa pemilihan langsung menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan sejati dalam menentukan pemimpin. Pemilihan kepala daerah secara langsung, tambahnya, menciptakan ekosistem demokrasi yang lebih sehat. Para calon pemimpin pun berupaya mendengar dan memenuhi aspirasi masyarakat sejak pencalonan hingga menjabat.
“Dengan Pilkada langsung, rakyat bisa menilai siapa calon yang paling sesuai dengan kepentingan mereka. Bahkan setelah menjabat, rakyat memiliki hak untuk ‘menghukum’ pemimpin yang tidak bekerja melalui kotak suara di pemilihan berikutnya,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa