LIBUR lebaran tahun ini lebih lama dibanding tahun-tahun sebelumnya, 11 hari lamanya dari tanggal 10–20 Juni 2018. Sejak awal, rencana perpanjangan masa libur lebaran ini memicu polemik di tengah publik.
Ada pihak yang mengkritik, bila libur lebaran lama maka akan menganggu sektor ekonomi di Tanah Air. Tak tanggung-tanggung, disebut libur lebaran akan menggerus perekonomian di Indonesia. Produktivitas industri di tanah air dinilai bakal menurun karena libur lebaran yang panjang.
Pandangan tersebut boleh saja muncul sebagai bagian masukan dari stakeholder di sektor industri. Namun, perspektif lain dalam melihat libur lebaran hingga 11 hari ini justru sebaliknya. Liburan lebaran tahun ini harus dimanfaatkan untuk memicu kebangkitan ekonomi kreatif di daerah.
Setidaknya data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statitsik (BPS) memotret sebaran pertumbuhan ekonomi kreatif pada tahun 2016 dapat dijadikan rujukan, betapa kemampuan daerah dalam mengeksekusi peluang ekonomi kreatif tidak merata. Bahkan, sejumlah daerah di Pulau Jawa pun tidak maksimal, untuk tidak menyebut gagal, meski rerata pertumbuhan di atas 10%.
Data tersebut mengungkapkan lima provinsi di Pulau Jawa yang mengalami pertumuahan di atas 10% yakni Jawa Barat (33,56%), Jawa Timur (20,85%), Banten (15,66%), Jawa Tengah (14,02%), dan Jakarta (10,50%). Di luar lima provinsi tersebut pertumbuhannya menyedihkan yakni di bawah 10%.
Data tersebut dapat dijadikan rujukan untuk melihat secara fair kondisi obyektif pertumbuhan ekonomi kreatif di daerah di Indonesia. Secara simplifikasi, lebaran yang memunculkan tradisi mudik, orang kota kembali ke kampung halaman, akan melahirkan gelombang transfer tindakan ekonomi secara massal.
Di poin ini menjadi peluang yang tidak kecil bagi daerah untuk membangkitkan ekonomi daerah, khususnya di sektor ekonomi kreatif yang berbasis kreativitas dan inovasi itu. Sejumlah subsektor ekonomi kreatif yang dapat dimaksimalkan di daerah dalam konteks libur lebaran ini yang paling berpeluang di antaranya sektor pariwisata dan sektor kuliner. 11 hari libur lebaran harus dijadikan berkah bagi daerah untuk memaksimalkan pendapatan di sektor ini.
Inovasi Menjadi Kunci
Saya dan keluarga mengawali libur lebaran tahun ini berkunjung di dua destinasi di Kota Malang, Jawa Timur yakni Hawai Waterpark dan Malang Night Paradise. Dua destinasi itu dapat menjadi sampel tempat pariwisata yang mengedepankan inovasi. Meski harus digarisbawahi, inovasi datangnya harus kolaboratif antara pemerintah dan pihak swasta sebagai pengelola.
Konsep inovasi ini semestinya menjadi paradigma dalam pengelolaan ekonomi kreatif. Peran pemerintah daerah tak kalah penting sebagai pihak regulator dalam menunjang iklim usaha yang mudah, cepat serta bervisi pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan infrastruktur yang berorientasi kemudahan akses ekomomi ke jalur-jalur pariwisata menjadi pokok utama yang harus dibereskan. Berbagai potensi pariwisata tak ada arti apa-apa bila akses jalan dan dukungan fasilitas pendukung buruk. Dalam konteks ini, program pemerintah pusat melalui program “10 New Bali†dengan memperbaiki infrastruktur merupakan pilihan yang tepat.
Jika merujuk jumlah kunjungan wisatawan dalam beberapa tahun terakhir juga mengalami tren peningkatan seperti tahun 2017 sebesar 13,7 juta wisatawan. Meski kalau kita bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, capaian RI masih rendah. Seperti tahun 2014 saja kunjungan wisatawan ke Malaysia sebanyak 27,4 juta, Singapura 15,1 juta dan Thailand sebesar 24,7 juta.
Di samping itu, pemerintah daerah dapat menjadi komandan lapangan untuk mendorong sektor penunjang lainnya seperti pengelola hotel dan restoran dan sejenisnya untuk membuat program yang memudahkan wisatawan. Misalnya program potongan harga. Mesti, hampir lazim kita jumpai momentum hari besar keagamaan seperti lebaran justru dimanfaatkan untuk menaikan harga.
Selain sektor pariwisata, wisata kuliner daerah dalam musim libur lebaran ini juga menjadi potensi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kuliner yang memiliki kekhasan di daerah-daerah harus dijadikan salah satu andalan untuk menyambut tamu dari kota di musim lebaran ini.
Terlebih bila merujuk data Bekraf dan BPS, capaian kinerja sektor kuliner pada tahun 2016 memiliki kontribusi produk domestik bruto (PDB) paling tinggi dibanding subsektor ekraf lainnya yakni sebesar 41,69%. Artinya, lebaran tahun ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat di daaerah untuk menggenjot sektor kuliner. Setiap daerah memiliki keunggulan kuliner yang beraneka rupa rasanya.
Kerja KolaboratifÂ
Kreativitas kalangan usaha sektor kreatif harus difasilitasi dengan baik oleh pemerintah daerah. Kewenangan atributif maupun delegatif pemda harus dimanfaatkan dengan baik untuk mendukung pelaku ekonomi kreatif di daerah. Kebijakan pemda harus berorientasi penguatan sektor ekonomi kreatif. Sinkronisasi program kebijakan Pemda harus dilakukan dengan pihak swasta.
Meski harus diakui, masih mudah dijumpai benturan kebijakan antara pemerintah daerah dan pelaku usaha ekonomi kreatif. Kebijakan pemda sama sekali tidak melalui proses pengambilan keputusan yang berbasis partisipasi pelaku industri, di sisi lain, pelaku ekonomi kreatif tampak jalan sendiri.
Kejumudan sistem penataan ekonomi kreatif ini harus dicarikan jalan keluar dengan baik. Pemerintah daerah harus menjadikan pihak swasta termasuk kalangan investor sebagai mitra bestari yang dapat dijadikan tulang punggung dalam pengembangan ekonomi kreatif di daerah dengan sokongan regulasi yang kondusif termasuk penguatan kapasitas bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), akses pendanaan termasuk pemasaran.
Berbagai upaya tersebut harus diletakkan dalam penataan sistem yang berkelanjutan dalam menunjang ekonomi kreatif di daerah. Jika upaya tersebut dilakukan secara ajeg, momentum lebaran seperti tahun ini, para pelaku ekonomi kreatif dipastikan bakal memetik buahnya. Di sisi lain, pemerintah daerah juga merasakan kontribusi pajak dan retribusi atas geliatnya ekonomi kreatif di daerah.
Oleh Anggota Komisi X DPR RIÂ Anang Hermansyah