KedaiPena.Com – Pegiat Anti Korupsi Papua, Rafael Ambrauw menduga Kejaksaan Agung RI “Masuk Angin” atas kasus oknum Jaksa Nakal di Kejaksaan Tinggi Papua, yang diduga telah melakukan pemerasan dengan meminta proyek pemerintah di Provinsi Papua.
“Kami menduga Jaksa Agung RI sudah terima Suap (Masuk Angin) dari Oknum Jaksa Nakal di Kejaksaan Tinggi Papua. Padahal, laporan kami beberapa minggu lalu sudah ada bukti yang kuat dan ini pekerjaan fisik di lapangan. Namun sampai saat ini tidak ada kejelasan proses terhadap oknum jaksa nakal ini,” ujar Rafael, dalam keterangannya, belum lama ini.
Rafael mengatakan bahwa dari hasil aksi demo yang dilakukan masyarakat Aliansi Anti Korupsi Papua, pihak Kejagung RI menyatakan bahwa dalam kasus seperti ini tidak di ada kompromi sehingga akan tetap diproses.
“Dengan komitmen ini lah kami mempertanyakan ketegasan dari Kejaksaan Agung RI. Jangan hanya omong di depan masyarakat tapi kenyataannya omong Kosong. Kalau itu terjadi berarti jaksa agung sudah masuk angin atau sudah terima dari oknum jaksa nakal di Papua,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa perbuatan jaksa nakal di Papua telah merusak citra kejaksaan dan menghancurkan sistem dalam penegakkan hukum di tanah Papua, sehingga tidak menginginkan adanya oknum jaksa nakal di tanah Papua.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay mempertanyakan profesionalisme Jaksa Agung ST Burhanuddin. Hal ini disampaikan setelah munculnya kasus dugaan oknum jaksa nakal di Papua.
“Yang pasti fakta ini kemudian dipertanyakan atas sikap Jaksa Agung yang membiarkan ada kemungkinan dengan pengaduan dengan bukti-bukti yang ada benar terjadi,” ujar pria yang akrab disapa Edo kepada wartawan, Senin (18/10/2021).
Menurutnya, untuk memastikan itu, semestinya ST Burhanuddin, melalui Jaksa Agung Bidang Pengawasan (Jamwas) bisa menindaklanjuti tudingan itu dengan segera.
“Biar kemudian bisa membuktikan apakah benar atau tidak, itu yang pertama. Yang kedua, terlepas dari belum ditindaklanjuti apakah terbukti atau tidak, yang pasti kalau sampai fakta itu ada, ini tentunya mencerminkan profesionalisme kejaksaan yang sangat rusak,” katanya.
Dengan marwah kejaksaan yang rusak, menurutnya, dikhawatirkan fungsi penegakan hukumnya dalam konteks penuntutan umum akan melemah. “Kalau kelemahannya seperti itu kan mencerminkan jangan-jangan selama ini ada pemerasan-pemerasan yang dilakukan kepada warga negara yang kemudian dituntut dalam persidangan,” kata dia.
“Itu akan berdampak buruk bagi warga negara yang mengharapkan keadilan dari lembaga-lembaga tinggi negara yang dibentuk khusus untuk menegakkan asas keadilan bagi warga negara,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Edo, maka penegakan hukum ini sangat penting untuk kemudian bisa memberikan efek jera bagi jaksa yang nakal secara pribadi. Selanjutnya juga bisa memberikan pelajaran bagi jaksa-jaksa lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama.
“Kami sebagai penegak hukum dalam hal ini pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat, miskin marginal dan buta hukum, mengharapkan agar kejaksaan agung republik Indonesia bisa berbenah profesionalisme dari jaksa-jaksanya. Lebih khususnya yang ada di lingkungan Kejaksaan Tinggi Papua dan kejaksaan negeri yang ada di bawah lingkungan Kejaksaan Tinggi Papua,” kata dia.
Karena, lanjut Edo, kami mengadvokasi atau memberikan bantuan hukum pada masyarakat miskin marginal dan buta hukum, di mana mereka untuk mendapatkan keadilan itu akan menempuh proses sebagaimana yang diatur dalam sistem peradilan pidana.
“Maka itu, jaksa sebagai penuntut umum, mentalnya, profesionalismenya ini kemudian akan berdampak buruk bagi klien kami yang adalah masyarakat miskin marginal dan buta hukum yang ada di Papua,” ujar Edo.
Ia pun berharap agar Jamwas yang telah menerima aduan tersebut, untuk bisa menindaklanjuti prosesnya. “Ini semata-mata untuk membenahi profesionalisme dari jaksa yang ada di bawah lingkungan Kejaksaan Tinggi Papua dan di bawahnya,” katanya.
Laporan: Muhammad Lutfi