KedaiPena.Com – Lembaga Bantuan Hukum Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Sumatera Utara (LBH FSPMI Sumut) menilai, bahwa gugatan Apindo terkait Upah Minimum Kota (UMK)Â Medan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan cacat hukum.
Demikian diungkapkan Direktur LBH FSPMI Sumut, Rohdalahi Subhi Purba, didampingi Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo kepada para wartawan di Medan, Selasa (3/1).
“Di lihat dari dua aspek, seharusnya gugatan tersebut tidak lolos pada tahap awal sidang yakni di proses persiapan,†kata Rohdalahi.
Aspek pertama, terang Rohdalahi, subjek hukum penggugat, yakni Apindo, tidak memiliki legal standing sebagai subjek hukum yang dapat digugat dan menggugat di Pengadilan. Sedangkan aspek kedua, dilihat dari sudut pandang objek sengketa TUN yakni SK UMK Medan 2017, dimana objek tersebut tidak dapat di gugat, karena yang dapat di gugat di perkara Tata Usaha Negara (TUN) wajib memiliki tiga unsur azas  yakni bersifat, Final, Individual dan Kongkrit.
“Final artinya keputusan itu dikeluarkan tidak perlu memerlukan izin dari atasannya. Individual, keputusan itu bukan untuk pengaturan umum hanya untuk satu orang dan kongkrit adalah keputusan itu harus berwujud dan tidak abstrak,” jelas Rohdalahi
Rohdalahi mengatakan, gugatan bernomor perkara 168/G/2016/PTUN.MDN tentang UMK medan tersebut tidak memenuhi salah satu unsur dari tiga persyaratan objek TUN.
“Dilihat dari tiga syarat tersebut, Apindo tidak memenuhi persyaratan Induvidual,  karena SK tersebut di keluarkan untuk pengaturan umum bukan untuk satu orang. Dengan berdasarkan syarat tersebut,  Hakim yang menggelar perkara tersebut harusnya menyatakan gugatan penggugat tidak lulus proses persiapan atau di tolak,†pungkasnya.
Sementara Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo, mengatakan,  jika Majelis Hakim melanjutkan proses perkara gugatan Apindo, pihaknya akan melakukan pengawalan selama proses persidangan berlangsung.
“Kita akan kerahkan massa buruh setiap sidang berlangsung, agar hakim tidak main main dalam perkara ini,” tegas Willy
Willy mengatakan, jika perkara tersebut berlanjut, pihaknya akan berupaya masuk dalam objek perkara yang di sebut pihak intervensi atau pihak ketiga mewakili kepentingan buruh.
“Karena, objek perkara yang digugat berkaitan dengan nasib buruh,  kita akan mengajukan kepada Majelis Hakim menjadi pihak Intervensi. Sehingga kita juga terlibat langsung dalam peroses hukum secara legal, itu semua demi kepentingan kaum buruh di kota medan dalam memperjuangkan haknya,” tutup Willy.
Laporan: DomÂ