KONFEDERASI Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) mengucapkan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Intan Olivia Marbun, yang menjadi salah satu korban ledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Kota Samarinda, pada 13 November lalu. Intan Olivia Marbun, yang masih berusia 2,5 tahun, meninggal dunia di RSUD AW Sjahranie Samarinda pada Senin pagi, sekitar pukul 04.00 WITA, akibat menderita luka bakar yang cukup parah hingga 78 persen dan pembengkakan paru-paru akibat menghirup asap saat terjadi ledakan.
Menurut Direktur RSUD AW Sjahranie Samarinda, Rahim Dinata Majidi, luka bakar di atas 45 persen bagi orang dewasa saja sudah dianggap parah. Sementara Intan menderita luka bakar hingga 78 persen dan masih balita. Sedangkan Triniti Hutahaya (3 tahun), yang juga menjadi korban ledakan tersebut, masih dirawat secara intensif karena mengalami luka bakar hingga mencapai 50 persen. Dua korban ledakan lainnya, yakni Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4 tahun) dan Anita Kristabel Sihotang (2 tahun) juga sedang diberikan penanganan maksimal oleh tim dokter.
KPRI mengutuk tindakan teror peledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Kota Samarinda serta peristiwa kekerasan oleh dan atas nama apapun. Dalam aksi teror dan kekerasan ini, kita tidak hanya menunjuk pada salah satu agama, ras, suku dan golongan saja. Aksi teror dan kekerasan bisa dilakukan dilakukan oleh semua agama. Aksi teror dan kekerasan juga bisa dilakukan oleh semua ras, suku dan golongan. Namun yang lebih penting adalah aksi teror dan kekerasan selalu dibungkus oleh satu kepentingan, yakni kepentingan oligarki untuk tetap menjaga sistem Neoliberalisme-Kapitalisme tetap berjalan.
Teror dan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok fundamentalisme agama bukan hanya terjadi di hari ini saja. Kelompok fundamentalisme agama dimanfaatkan oleh kelompok oligarki guna menjaga kepentingan-kepentingan mereka. Tentunya kepentingan oligarki di Indonesia sesuai dengan kepentingan Neoliberal dan para pemilik modal. Persinggungan antara pemilik modal, kekuasaan dan kelompok fundamentalisme agama terjadi sejak di masa Orde Baru dan semakin terjalin erat pada saat ini. Agama menjadi bungkus yang sangat efektif untuk memuluskan kepentingan para pemilik modal dan penguasa.
Aksi teror dan kekerasan dengan menggunakan bungkus agama pernah kita lihat dalam peristiwa Ambon dan Poso. Masyarakat berbeda agama dibenturkan hanya untuk kepentingan para pemilik modal dan oligarki. Korban dari kedua peristiwa tersebut jelas adalah rakyat pekerja di seluruh kedua wilayah tersebut. Kehilangan lahan, tempat tinggal, harta atau bahkan nyawa dialami oleh rakyat pekerja, demi kepentingan oligarki dan pemilik modal. Di ujung masa Orde Baru, kelompok oligarki membangun PAM SWAKARSA untuk melawan kekuatan rakyat pekerja yang ingin menjatuhkan kekuasaan Soeharto. Peristiwa beberapa hari belakangan ini juga menunjukkan hal yang serupa, yakni agama menjadi bungkus untuk memuluskan kepentingan pemilik modal dan oligarki.
Fundamentalisme agama adalah sistem keyakinan yang ditanamkan oligarki untuk menjadikan rakyat rela takluk kepada oligarki dan Neoliberalisme-Kapitalisme. Berdasarkan pengalamannya, kelompok oligarki selalu memberikan wewenang kepada kelompok fundamentalisme agama untuk berhadapan dengan rakyat pekerja yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan Neoliberal di Indonesia.
Sudah saatnya gerakan rakyat bersatu padu untuk melawan kekuatan oligarki dan pemilik modal, yang selama bertahun-tahun menggunakan isu agama sebagai salah satu alat untuk memuluskan agendanya. Sekaranglah saatnya bagi gerakan rakyat untuk memberikan penyadaran kepada seluruh rakyat bahwa isu agama yang selama ini digaungkan oleh kelompok oligarki dan fundamentalisme agama hanyalah untuk kepentingan pemilik modal dan oligarki.
Maka dari itu, kami dari Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) menyatakan sikap:
1.       Turut berduka cita yang mendalam atas meninggalnya Intan Olivia Marbun, salah satu korban ledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda;
2.       Mengutuk keras berbagai tindakan teror dan kekerasan yang dilakukan oleh siapapun dan atas nama apapun;
3.       Bangun persatuan seluruh gerakan rakyat untuk melawan kekuatan oligarki, pemilik modal dan fundamentalisme yang menggunakan berbagai isu, termasuk agama, untuk memuluskan kepentingan Neoliberalisme-Kapitalisme;
4.       Bangun kekuatan politik alternatif dengan membentuk partai politik dari gerakan rakyat untuk mewujudkan daulat rakyat yang adil, setara dan sejahtera;
5.       Bangun persatuan dan solidaritas seluruh elemen rakyat untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Oleh Ketua Dewan Pimpinan Nasional Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Chabibullah                                                                                                                                   Â