KedaiPena.Com – Selama dua bulan, yakni Maret-April 2021, Ecological observation and Wetlands Conservation (Ecoton) berkolaborasi dengan komunitas Forum Komunitas Daerah Aliran Sungai Citarum (Forkadas C), Ciujung Institute dan Ciliwung Institute melakukan investigasi di sungai-sungai di Pulau Jawa.
Hasilnya menunjukkan sungai-sungai penting di Pulau Jawa yang termasuk dalam sungai nasional kondisinya sedang sakit.
Tercatat empat sungai terkontaminasi limbah pabrik dalam volume besar. Ketiganya adalah Sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah, Sungai Brantas di Jawa Timur, Sungai Citarum di Jawa Barat dan Sungai Ciujung di Banten.
“PT Indah Kiat Serang membuang limbah cair di Ciujung dan membawa dampak perubahan warna serta membuat mati ikan di Ciujung,” kata Azis SH, Koordinator Ekspedisi Sungai dalam keterangan persnya, ditulis Senin (3/5/2021).
Selanjutnya, PT Tjiwi Kimia Tbk membuang limbah cairnya ke sistem sungai Brantas, Malang. Pada tahun 2014 limbah cair PT Tjiwi Kimia dibuang ke Kanal Mangetan dan menimbulkan bau minyak tanah pada air sungai. Padahal sepanjang sungai menjadi media budidaya keramba apung. Selain itu, PT Ekamas Fortuna membuang limbah di atas Bendungan Sengguruh, hulu Sungai Brantas.
“Kemudian PT Pindo Deli 2 membuang limbah hingga menimbulkan warna air anak-anak sungai Citarum berubah menjadi hitam. Keempat industri kertas di atas bernaung dalam bendera Sinarmas Grup,” ujar dia
Lalu, PT Rayon Utama Makmur, Sukoharjo, pabrik serat tekstil ini membuang limbah dengan suhu tinggi dan menimbulkan aroma sulfur yang mengganggu warga di empat desa, mencemari sawah dan Sungai Bengawan Solo.
Selain limbah pabrik, sampah impor juga merusak sungai. Temuan di lapangan menunjukkan jumlah sampah plastik pengotor yang merupakan bahan baku industri kertas nasional masih tinggi. Dan menimbulkan timbunan-timbunan sampah (‘open dumping’) yang menggunung.
“PT Indah Kiat Tbk yang berlokasi di Kabupaten Serang, produsen terbesar kertas di Indonesia melakukan penumpukan sampah plastik. Hal ini ternyata telah berlangsung selama 11 tahun dan dioperasikan sebagai TPA ‘open dumping’. Warga sekitar TPA diberi akses untuk memulung sampah plastik yang bernilai ekonomis. Sisanya menumpuk di TPA informal ini,” papar Azis.
Tumpukan sampah plastik ‘open dumping’ ini selain mencemari tanah, perairan Sungai Ciujung, juga mencemari udara dengan mikroplastik yang meningkatkan risiko kesehatan bagi anak-anak warga yang tinggal di sekitar situ.
Sementara itu, PT Ekamas Fortuna Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang mengotori Sungai Brantas. Sampah sisa proses berupa serpihan kertas dan plastik di dumping di rumah-rumah warga untuk dipilah dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembuatan batu gamping.
Azis menambahkan, PT Pindo Deli 3 di Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, menimbun sebagian sisa kertas dan plastik di dalam kawasan industri, dan sebagian lagi di luar pabrik dan mengotori Sungai Citarum.
“Hal ini tentu mengecewakan. Padahal mulai Januari 2021 Indonesia telah meratifikasi ‘Basel Convention’ yang mengharuskan negara pengekspor sampah dengan potensi adanya sampah plastik pengotor, harus memberikan notifikasi kepada negara tujuan ekspor agar mau menerima konsekuensinya,” kecewa dia.
Terjadinya tumpukan sampah kertas plastik yang menggunung di PT Indah Kiat Tbk di Serang dan PT Pindo Deli 3 menunjukkan ketidakmampuan pengimpor dan melanggar UU 18/2008 karena melakukan ‘open dumping’ dan sisa ‘scrap plastic’.
Bahkan PT Ekamas Fortuna membiarkan penggunaan sisa ‘scrap plastic’ untuk dijadikan bahan bakar batu gamping di kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.
Dari kebutuhan total sampah kertas untuk bahan baku industri kertas nasional, 50% atau sekitar 3 juta ton diimpor dari 52 negara dengan 7 negara pengekspor terbesar adalah Italia, Amerika Serikat, Jepang, Australia, Inggris, Belanda dan New Zealand.
30% impor sampah kertas diolah di Jawa Timur, sedangkan porsi terbesarnya yakni 70% digiling dan dimasak di Jawa Barat dan Banten. Sampah kertas yang diimpor tidak semuanya kertas namun lebih dari 20%-30% berupa sampah plastik yaitu ‘food packaging, household product, personal care’ dan sampah elektronik.
Pengotor yang tinggi menghasilkan serpihan plastik dan kertas dari sisa produksi yang bernilai ekonomi rendah dan tidak mungkin untuk didaur ulang, berakhir dengan di buang secara terbuka (‘open dumping’) atau di bakar.
“Sampah kertas yang kotor dan mengandung sampah plastik membuat limbah cair dari industri daur ulang sampah kertas ini mengandung mikroplastik yang mengotori sungai-sungai di Jawa. Minimnya pengawasan membuat mikroplastik di sungai-sungai ini telah mengkontaminasi ikan dan perairan pantai yang mengancam keamanan ‘seafood’ di Pulau Jawa,” tandasnya.
Laporan: Sulistyawan