KedaiPena.Com – Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto melakukan kunjungan ke New Zealand dalam rangka memberikan sambutan pada sesi Indonesia Geothermal Center of Excellence di event “New Zealand Geothermal Workshop 2017” di Rotorua, New Zealand.
Agus menuturkan, Indonesia dapat mencontoh benchmark dari GNS (Geological and Nuclear Science) dalam melakukan riset sumberdaya geothermal.
“Kita menginginkan single and still single excellent Institute yang betul-betul menangani geothermal. Sebab, government drilling (pengeboran oleh pemerintah) akan menentukan kemajuan panas bumi,” ujar Agus dalam siaran pers diterima oleh KedaiPena.Com, ditulis Selasa (28/11).
“Selama ini, exploration drilling dilakukan oleh swasta, ke depan akan kita ambil alih. Sehingga cost dan management risk-nya dapat di cover oleh pemerintah,” sambung Politikus Partai Demokrat ini.
Aher sapaanya juga mengungkapkan, pihaknya sedang mempersiapkan institusi yang konsen dalam pengelolaan sumber daya alam dengan mengoptimalkan dana COP21 (hibah) dari World Bank terkait Climate Change. Dana tersebut nantinya akan digunakan sebagai modal awal untuk melakukan riset ataupun government drilling.
“Setelah hasil dari government drilling, di situ ada logging yaitu alat membaca dan semua material-material dan di analisa dalam laboratorium. Meskipun Badan Geologi disana (Indonesia) tidak selengkap disini. Tentu hal itu akan kita koordinasikan, sehingga betul-betul melahirkan geolog handal di masa yang akan datang,” ungkapnya.
Agus mendorong potensi geothermal di Indonesia yang baru termanfaatkan 5 persen dari 30 giga watch, dapat di eksplorasi guna meningkatkan kemakmuran lebih luas untuk bangsa Indonesia.
Sebab, energi yang mencukupi merupakan rantai pembangunan yang harus dikelola dan dikembalikan kepada rakyat sesuai Undang-Undang Dasar 1945.
“Kita ingin, cadangan geothermal yang tinggi dapat menjadi primadona di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Agus Hermanto juga melakukan lawatan ke GNS Science (Geological and Nuclear Science Limited).
Laporan: Muhammad Hafidh