KedaiPena.com – Kejadian kerusakan sistem Bank Syariah Indonesia (BSI) yang memakan waktu lama, dinyatakan, selain mengganggu kenyamanan nasabah, juga menurunkan citra BSI sebagai bank syariah plat merah.
Pengamat Ekonomi, Yanuar Rizki mengemukakan dalam perspektif makro, fungsi uang merupakan memenuhi kebutuhan sehari-hari, pembayaran tunai, tabungan dan investasi.
“Perkembangan perbankan syariah ini terjadi bersamaan dengan berkembangnya public believe Indonesia yang mayoritas adalah Islam. Ada yang menerapkan dual sistem, konservatif dan syariah tapi seperti di Aceh, mereka hanya kenal syariah saja,” kata Yanuar dalam diskusi perbankan oleh Narasi Institute, Jumat (12/5/2023).
Ia memaparkan saat merger terjadi, kepemilikan saham terbesar dipegang oleh Bank Mandiri yaitu 53 persen, BNI 21 persen dan BRI 15 persen, bergantung pada market share-nya.
“Kalau menggunakan istilah politik, yang terbesar itu adalah Islam Kanan Tengah, kelompok Islam perkotaan yang punya kesadaran ingin syar’i tapi tidak kaku. Karena itu Bank Mandiri lah yang menjadi pemegang kendali,” urainya.
Yanuar menyatakan terjadinya BSI Down kemarin juga mempengaruhi nasabah BSI lainnya, bukan hanya di Aceh.
“Kita tidak bicara mengenai fungsi uang pertama. Karena bagi masyarakat menengah perkotaan yang menjadi nasabah BSI, mungkin uang tunai tidak menjadi masalah utama. Tapi fungsi uang kedua, transfer, pembayaran non tunai, jelas terganggu. Bahkan saya denger, ada batasan pembayaran haji pada tanggal 12 Mei. Bagaimana jika ada nasabah yang berhak atas kuota tambahan, lalu tidak bisa membayar karena masalah down ini?” urainya lagi.
Ia menyatakan kejadian down serupa pernah menimpa salah satu perbankan, walaupun dalam skup lebih kecil. Tapi bisa selesai dalam waktu dua jam.
“Saya juga membaca, saat BSI mengalami down, Menteri BUMN menyatakan bahwa ini serangan cyber tapi lucunya, ia juga menyatakan akan berangkat ke Qatar untuk mencari investor untuk BSI. Bagi saya, untuk ukuran kebijakan publik, ini sudah offside berat, dari sudut pandang pelayanan publik. Harusnya ia secepatnya menyelesaikan masalah, bukannya sibuk yang lain,” kata Yanuar lebih lanjut.
Yanuar mengungkapkan jika memang ada permasalahan IT, seharusnya BSI tinggal mengadakan RUPS untuk menggunakan laba, yang dipublikasi sebesar Rp4,26 triliun.
“Ini kan bisa dikategorikan force majeure. Sehingga, tinggal gunakan sebagian laba-nya untuk memperbaiki IT, lalu nanti manajemen mempertanggungjawabkan di RUPS. BSI bukan bank yang tidak punya duit untuk membersihkan sistem IT-nya. BSI ini sehat,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa