KedaiPena.Com- Subholding yang dilakukan oleh PT PLN Persero tidak diperlukan. Pasalnya, subholding yang dilakukan oleh PLN tersebut justru akan menempatkan manajemen termasuk para direski dalam posisi yang sulit.
Atas dasar itu, Pakar Energi Prof Mukhtasor dalam mengingatkan, agar jangan salah alamat ketika menyuarakan kritik terhadap kebijakan holding sub-holing, Sebab kebijakan itu datangnya dari pemerintah. Bukan dari PLN.
“Terkait dengan energi, kalau ada kementerian yang basis undang-undangnya melawan UUD, itu di ESDM,” ujar Mukhtasor dalam Seminar Gebyar HUT Serikat Pekerja Pembangkitan Jawa Bali (SPnPJB) ke-23 dengan tema Holding Sub-Holding di PLN Group, kemarin.
Ia mengaku tak sependapat, jika berbicara mengenai alasan holdingisasi dengan melakukan penataan BUMN. Pasalnya, yang perlu diperhatikan adalah apa dan untuk apa di balik itu.
“Jika kita perhatikan, sebelum membuat holding sub-holding, saat itu Menteri menyampaikan bahwa tujuannya adalah untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas. Kalau alasan transparansi dan akuntabilitas, solusinya bukan IPO. Contohnya, Garuda sudah IPO. Tetapi apakah kemudian menjadi lebih baik? Justru kasus-kasus semakin banyak terjadi setelah Garuda melakukan IPO,” tegasnya.
Ia menerangkan, IPO sedianya membuka ruang bagi masuknya swasta. Kalau kemudian porsi IPO swasta dominan artinya BUMN bukan lagi dikuasasi negara dan akan berbahaya bagi kedaulatan energi.
Mukhtasor kemudian mengingatkan dengan kejadian di Sumatera, dimana Independent Power Producer atau IPP mendikte PLN. Sementara, kalau tidak sesuai dengan skema bisnisnya, mereka tidak mau menyalakan pembangkitnya.
“Sekarang ini PLN pasarnya digerus, kemudian hulunya dipaksa membeli dari swasta, sudah begitu jaringan mau dibagi-bagi juga. Lama-lama PLN akan menjadi Garuda kedua. Saya khawatir nasib PLN seperti Garuda. Dimana dulu bandara-bandara isinya Garuda, sekarang kalau nyari Garuda susah,” tegasnya.
Mukhtasor berpesan, agar kita semua berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dengan memilih sistem sesuai Pasal 33 UUD. Menurut Bung Hatta, usaha-usaha yang besar yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara.
“Pelakunya adalah BUMN. Sementara bidang usaha yang kecil melalui partisipasi masyarakat, lalu di bagian tengahnya banyak sekali usaha yang bisa dibangun oleh swasta,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena