KedaiPena.Com – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani melakukan kunjungan kerja ke negara Uni Arab Emirates (UAE) dari tanggal 1 – 3 November 2020. Kunjungan kerja ini utamanya dalam rangka meningkatkan pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Pertemuan tersebut membahas hal-hal yang berkaitan dengan tindak lanjut MOU mengenai ketenagakerjaan antara UAE dan Indonesia, yang saat ini masih dalam proses pembahasan serta rencana pilot project penempatan domestic worker melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
“Sejalan dengan Undang-undang No 18 Tahun 2017, Pemerintah Indonesia ingin memastikan bahwa pelindungan PMI yang menjadi tanggungjawab negara dapat diwujudkan,” ujar Benny dalam keterangan, Kamis, (5/11/2020).
Untuk itu, kata dia, pemberantasan terhadap penempatan illegal PMI yang selama ini terjadi ke UAE harus segera diatasi.
“Terlebih lagi saat ini kedua negara tengah meningkatkan hubungan diberbagai bidang dan masalah PMI tidak boleh menjadi kendala dalam hubungan tersebut,” tegas Benny.
Benny melanjutkan, berbagai perubahan telah ditunjukan oleh Pemerintah UAE untuk memberikan pelindungan yang lebih baik bagi pekerja migran di negaranya.
“Untuk itu saya berharap, program SPSK sebagai pilot project dengan jumlah penempatan dan kurun waktu yang terbatas dapat dilaksanakan segera, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi pengiriman illegal PMI ke UAE yang masih terjadi hingga saat ini oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegas Benny.
Dalam pertemuan tersebut, turut hadir
Kepala BP2MI didampingi oleh Sekretaris Utama BP2MI, Tatang Budie Utama Razak dan Kepala Biro Hukum dan Humas, Sukmo Yuwono, serta Duta Besar RI Abu Dhabi, Husin Bagis,
Kepala BPMI melakukan serangkaian pertemuan dengan stakeholders yaitu dengan Kementerian Sumber Daya Manusia dan Emiratisasi (Ministry of Human Resources dan Emiratisation/MOHRE).
Benny bertemu dengan Mr. Abdulla Ali Rashid Al Nuaimi, Assistant Undersecretary for Communication and International Relations dan sejumlah pejabat MOHRE.
Sementara itu, Mr. Abdulla Ali menyatakan, pihaknya akan mengawal dalam proses penempatan dan pelindungan bagi PMI melalui SPSK. Ia merasa optimis bahwa MoU dan program SPSK ini dapat segera dituntaskan.
Ia juga berkeyakinan dengan adanya program SPSK, maka lambat laun pengiriman illegal PMI yang selama ini terjadi ke UAE dapat diatasi.
Lebih lanjut Mr. Abdullla Ali menjelaskan, bagaimana perubahan kebijakan pemerintah UAE dalam memberikan pelindungan kepada pekerja migran dengan mekanisme kontrol yang ketat.
Disamping itu, lanjut dia, MOHRE UAE bukan saja sepakat dengan pemerintah Indonesia untuk memberikan pelindungan terhadap PMI, akan tetapi juga siap mengawal dan bekerja sama secara erat kedepannya.
Disamping melakukan pertemuan dengan MOHRE, Kepala BP2MI juga mendatangi sejumlah agen perekrutan pekerja domestik yang berada dibawah pengawasan MOHRE (disebut Tadbeer). Tadbeer yang dikunjungi adalah Tadbeer Dubai ‘Housekeeping‘ dan Tadbeer Abu Dhabi ‘Al Madina’.
Dalam kunjungan ke Tadbeer, Kepala BP2MI melihat secara langsung kondisi perusahaan dan proses recruitment. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa pemerintah UAE telah melakukan perubahan yang sangat fundamental dalam melakukan proses perekrutan dan memberikan pelindungan kepada para pekerja migran melalui Tadbeer tersebut.
Berbagai perubahannya antara lain, diketahui bahwa sebelum tahun 2017, terdapat 610 perusahaan recruitment dibawah kontrol Kementerian Dalam Negeri UAE. Namun pada tahun 2017, kewenangan dialihkan kepada MOHRE dan MOHRE menetapkan 40 Tadbeer dengan persyaratan yang cukup ketat. Persyaratan tersebut antara lain, setiap Tadbeer harus membayar sebesar 2 juta Dirham (Rp. 8 miliar) kepada pemerintah, dan MOHRE juga melakukan pengawasan secara ketat kepada seluruh Tadbeer dengan menetapkan standar design proses perekrutan, pelatihan, dan jaminan pelindungan, serta jika terjadi wanprestasi maka MOHRE akan langsung mengambil tindakan tegas berupa suspend kepada Tadbeer tersebut.
Disamping itu, Tadbeer juga akan bertanggungjawab sepenuhnya kepada para pekerja sesuai dengan kontrak kerja yang ditanda tangani antara pekerja dengan Tadbeer, memberikan pelayanan pengaduan 24 jam, serta jaminan akses bagi para pekerja terhadap setiap permasalahan yang dihadapi, termasuk juga Tadbeer akan membayarkan gaji bulanannya jika pengguna jasa terlambat membayarkan gajinya. Dan kesemua hal ini dikontrol secara langsung oleh MOHRE.
Laporan: Muhammad Hafidh