KedaiPena.Com – Ombudsman RI menilai diperlukan penyelarasan regulasi layanan akuisisi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Penyelarasan dilakukan antara Instruksi Presiden (Inpres) nomor 2 tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 tahun 2015 tentang penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
Demikian hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto saat menyampaikan LAHP Dugaan Maladministrasi dalam Pelayanan Kepesertaan dan Penjaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan, kemarin.
“Instruksi Presiden tersebut dalam pelaksanaannya perlu penyelarasan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 yang terdapat pengaturan tentang pembatasan kepesertaan, di mana mengatur kepesertaan JKK dan JKN bagi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara,” ucapnya.
Menurutnya, hal tersebut lantaran memiliki potensi terjadinya tindakan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur oleh penyelenggaraan negara dan BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, ia menuturkan setidaknya, terdapat enam hal pendapat Ombudsman RI terhadap pelayanan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Di antaranya, BPJS Ketenagakerjaan tak optimal melakukan akuisisi kepesertaan pada sektor pekerja formal atau PU dan pekerja informal atau BPU.
“Tidak ada bentuk aktualisasi pencapaian yang disampaikan kepada publik secara reguler berkaitan dengan kepesertaan pada sektor tenaga kerja informal atau BPU, yaitu penahapan program jaminan sosial sebagaimana diatur pada Perpres 109 tahun 2013, dalam pasal 7 dan 8 yaitu pekerja bukan penerima upah BPU wajib mengikuti atau menjadi peserta program jaminan sosial paling lambat 1 Juli 2015,” imbuhnya.
Selanjutnya, pihaknya berpendapat BPJS Ketenagakerjaan belum melakukan langkah konkret untuk mengawal dan menindaklanjuti pelaksanaan Inpres nomor 2 tahun 2021 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Pengawasan terhadap kepatuhan pembayaran iuran dari perusahaan tidak optimal, khususnya berkaitan dengan fenomena perusahaan bayar sebagian atau PBS,” jelasnya.
Tidak hanya itu saja, Ombudsman juga berpendapat tidak ada bentuk akuntabilitas atau pertanggungjawaban BPJS ketenagakerjaan kepada program agen Perisai dan sebaliknya, yang dapat menimbulkan kerugian terhadap keamanan peserta.
“Hak deviden yang diperoleh oleh agen perisai sebagai bagian dari ujung tombak dalam rekrutmen kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan khususnya pada sektor pekerja informal ini proses akuisisi kepesertaan dibatasi hanya sampai Rp7 juta. Di atas nilai tersebut diambil alih oleh BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Diketahui, Ombudsman RI memberikan sejumlah Tindakan Korektif yang harus dilaksanakan oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak terlapor dalam kurun waktu 30 hari mendatang.
Laporan: Muhammad Lutfi