DALAM sebuah tulisan disebutkan bahwa eks Presiden Habibie sangat geram dengan ulah kaum neoliberalisme. Hal ini semakin menguatkan pendapat ekonom senior Kwik Kian Gik dan Rizal Ramli soal bahaya neoliberalisme di Indonesia.
Buya bersyukur kepada Allah Azza Wa Jalla, bahwa ketiga orang yang disebut di atas Buya dekat dengan mereka.
Pak Kwik Kian Gie adalah Guru Ekonomi Buya dan ijazah Buya terbubuh tanda tangan beliau. Pak Kwik teman diskusi yang asyik, walaupun sudah lulus Buya masih sering ngobrol panjang di ruang kerjanya di Prasetiya Mulya dulu. Pak Kwik adalah sosok yang punya prinsip.
Justru karena prinsip yang dia pegang teguh itulah dia disepak dari Prasetiya Mulya karena berseberangan dengan para taipan ketika itu. Beliau tidak masalah, justru Pak Kwik buat IBI di Jalan Yos Sudarso. Ada yang Buya nggak pernah lupa. Pak Kwik selalu campur bahasa Belanda, jika ngobrol dengan Buya, entah kenapa.
Yang kedua Pak Habibie, dimana pertama kali Buya diperkenalkan oleh kakak ipar Buya, almarhum Soelarto Hadisoemarto yang sahabat kentalnya BJ Habibie pada tahun 1985 ketika Buya masih bekerja di sebuah BUMN Sektor Telekomunikasi.
Pak Habibie yang menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia, dimana acapkali bertemu ketika ada rapat-rapat antara Telkom-Indosat dan BPPT bersama bang Ardin Ichwan yang anggota Sobat Perubahan dari Indosat.
Jika bicara dengan Pak Habibie, sangat terasa optimisme dan semuanya serba bisa. Tidak ada yang tidak bisa bagi Pak Habibie. Kita yang masih engineer muda ketika itu sangat terpesona jika mendengar Pak Habibie bicara.
‘He is the man with full of ideas’ dan sangat futuristik. Justru Buya lebih banyak bertemu pada acara non formal dengan Pak Habibie ketika itu.
Belakangan Buya dekat dengan Timmy Habibie, adiknya BJ Habibie dan Mas Rahardjo Tjakraningrat, anggota Sobat Perubahan ketika sama-sama di Apnatel dan Masyarakat Telekomunikasi ketika itu. Saat itu Pak Habibie sudah jadi Presiden Republik Indonesia.
Yang ketiga bang Rizal Ramli, sahabat seperjuangan sesama aktivis gerakan mahasiswa 77/78 yang masih konsisten sejak dulu mahasiswa sampai hari ini, tanpa pernah mengeluh sekalipun.
RR tidak kenal yang namanya patah semangat atau putus asa. RR sosok tang ditempa oleh kesulitan masa kecilnya. Ya Rizal Ramli sudah menjadi yatim piatu sejak umurnya masih kecil masih enam tahun. Dia bukan orang cengeng dan tidak pernah bergenit-genit dengan Pemerintah Rejim Soeharto yang dia lawan ketika itu.
Ketika keluar setelah mendekam di penjara selama 1,5 tahun di Sukamiskin Bandung, Bang Rizal Ramli didatangi oleh Sarwono Kusumaatmadja yang Sekjen Golkar ketika itu untuk dimasukkan menjadi calon anggota legislatif nomor jadi dan pasti masuk DPR RI.
Tapi maaf, bang RR tolak tawaran Sekjen Golkar ketika itu dan beliau mendapatkan bea siswa untuk sekolah di Amerika Serikat ketika itu. Ini patut dicontoh oleh para mahasiswa.
Bang Rizal Ramli yang merupakan tokoh demonstrasi anti rezim Soeharto ketika masuk penjara Sukamiskin dan masuk penjara itu 1,5 tahun, begitu keluar ditawarkan posisi empuk sebagai anggota DPR, tapi dia tolak.
Alangkah munafiknya yang namanya Rizal Ramli jika sudah melawan rezim Soeharto dan kemudian dia di penjara kemudian ketika keluar lalu berhasil ditaklukan rezim yang dia lawan sendiri.
Maaf, adik-adik mahasiswa, RR konsisten istiqomah dan tidak bergenit-genit dengan rezim ya g dia lawan ketika itu.
Buya pribadi juga banyak belajar dari RR. ‘His way of thinking and his lateral thinking is out of the box ideas’.
Mengapa Buya tulis ini semua? Buya sengaja tulis ini untuk pesan kepada adik-adikku mahasiswa tercinta. Tirulah semangat dan idealismw orang-orang yang Buya sebutkan di atas. Jangan tiru senior kalian yang busuk! Di tangan kalianlah masa depan NKRI ini berada.
Tetap tegar dan semangat, ikuti nuranimu. Lihatlah rakyat sekelilingmu, mereka butuh anak-anak muda yang punya katakter. Anak muda yang satu kata dengan perbuatan, Itu yang terbaik. Salam perjuangan.
Oleh KH. M.E Irmansyah, Aktivis 77/78