KedaiPena.Com – Pimpinan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI berharap agar independensi civitas akademika dan civil society di perguruan tinggi dapat terus dijunjung tinggi. Komisi X juga meminta agar penyelenggara pemilu dapat mengikuti aturan Undang-Undang (UU) Pemilu tahun nomor 7 tahun 2017.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi merespons usulan Komisi Pemilihan Umum atau KPU yang memperbolehkan peserta pemilihan umum untuk melakukan kampanye di lingkungan kampus.
“Ikuti saja UU Pemilu yang ada. Independensi civitas akademika dan civil society harus tetap dijunjung tinggi,” kata Dede Yusuf kepada wartawan, Sabtu, (23/7/2022).
Dede mengatakan, lebih setuju jika demokrasi yang terjadi di kampus lebih melalui gerakan-gerakan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM dan organisasi mahasiswa lainya.
“Saya lebih setuju, biarkan demokrasi terjadi di kampus melalui gerakan- gerakan seperti BEM atau Organisasi mahasiswa lainnya,” papar Dede Yusuf.
Meski demikian,eks Wagub Jawa Barat ini, mengaku tidak paham apakah usulan KPU tersebut telah tertuang melalui sebuah aturan. Namun, jika mengacu UU Pemilu nomor 7 tahun 2017, terdapat larangan kampanye di tempat ibadah hingga pendidikan.
“Setau saya di UU Pemilu No 7/2017 ada larangan kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan.Khawatirnya malah bisa merambah ke satuan pendidikan lain seperti SMA. Sebaiknya bebaskan tempat pendidikan dari politik praktis,” pungkas Politikus Partai Demokrat ini.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari membuka opsi diperbolehkannya kampanye politik di lingkungan kampus atau pergurunan tinggi selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Sebabnya, para civitas akademika, termasuk dosen dan mahasiswa merupakan bagian dari pemilih.
Dirinya justru menilai bahwa kampus sebagai lembaga keilmuan turut dimanfaatkan oleh partai politik. Hal itu bertujuan agar perumusan kebijakan dan pembangunan di Indonesia dapat lebih inovatif.
Baginya, kampanye politik di kampus semestinya tidak menjadi persoalan. Ini karena masyarakat Indonesia cenderung memahami motivasi setiap calon yang akan berkampanye.
Laporan: Muhammad Hafidh