Artikel ini dibuat oleh pegiat literasi dan pecinta sepakbola, Nanang Djamaluddin.
TENDANGAN kungfu akurat Maradona saat masih berkostum FC Barcelona membuat beberapa orang di lapangan hijau tersungkur.
Hal itu terjadi saat berlangsung final Copa Del Rey pada 6 Mei 1984 antara Barcelona Vs Athletico Bilbao di stadiun Santiago Bernabue
Setelah berkali-kaki kakinya ditebas dengan tekel-tekel dan hadangan brutal, Diego Maradona pun akhirnya menunjukkan bakat natural lain yang dimilikinya selain menggocek bola dan membobol gawang lawan: berkelahi!
Maradona ngamuk bagai banteng beringas, setelah sebelumnya cukup sabar diledeki kibaran-kibaran kain merah di arena matador. Tak kurang beberapa pemain Bilbao termasuk serang ofisial menjadi sasaran jotosan Maradona.
Seakan tawuran ini mewakili rivalitas antar dua faksi politik nasonalis, yang bercampur aduk dengan sentimen kedaerahan dan dorongan menjadi juara Copa Del Rey 1984, yang dilangsungan di gelanggan rumput hijau, antara dua bangsa berkarakter kuat, Catalonia (Catalan) dengan Basque.
Padahal kedua kelompok yang mewakili kubu nasinalis ini memikiki sejarah pernah bersatu dan berlawan tehadap kelompok Republik di bawah Jenderal Franco di masa Peang Saudara Spanyol (Spanish Civil War) 1936.
Maradona pun pernah memberikan apa yang ingin dimenangkan Napoletani. Sepasang gelar liga. Tahun 1987 dan 1990.
Gelar tersebut dirayakan dengan iring-iringan peti mati Juventus di jalan-jalan utama. Sebuah pesan, orang-orang kaya itu pada akhirnya bisa juga dikalahkan.
Atas kemenangan tersebut Maradona punya penjelasan.
“Untuk utara yang kuat, apa yang kami lakukan bersama Napoli adalah pukulan yang nyata. Itu (terasa) sakit (buat mereka). Tak seorang pun dari selatan pernah memenangkan gelar sebelum kami”.
“Dan mereka tidak hanya mencintaiku di Napoli; semua orang miskin di selatan Italia mencintaiku. Aku adalah simbol mereka. Seseorang yang mengambil dari Si Kaya untuk diberikan kepada Selatan yang miskin”.
[***]