KedaiPena.Com – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan berharap agar kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam menghadapi wabah Corona jangan justru semakin mempersulit stabilitas keuangan negara.
Hal tersebut disampaikan oleh Hergun sapaanya, saat menanggapi keterangan dari pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani soal penerbitan global bond dalam bentuk 3 surat berharga global, yakni Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI1050, dan RI0470 dengan tenor 50 tahun.
“Kami mengharapkan kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam menghadapi musibah ini jangan justru semakin mempersulit stabilitas keuangan negara. Meskipun, para pengambil kebijakan diberi otoritas yang besar melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020,” harap Hergun kepada awak media, Jumat, (10/4/2020).
Hergun sendiri melontarkan hal tersebut lantaran arah dari penerbitan surat utang yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani belum terlihat jelas. Hal itu termasuk dari penanganan Covid-19 itu sendiri.
“Bagaimana dengan kinerja dari Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas, kapan Covid-19 selesai? Harus jelas apa upaya langkah jangka pendek, menengah dan panjangnya, untuk Corona ini,” ungkap Hergun.
Hegun mengingatkan diterbitkanya Perppu tersebut mengatur tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) juga perlu dijelaskan secara rinci.
“Dengan Perppu memberi kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan pinjaman 60% dari PDB, sehingga utang akan semakin membesar. Sementara waktu penyelesaiannya sangat tidak jelas. Berapa untuk penanganan, berapa untuk subsidi, dan berapa untuk pemulihan?” sambung Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR itu.
Untuk itu, Hergun mendorong Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LSP) untuk melakukan kajian pre test terlebih dahulu terhadap kondisi yang dihadapi. Baik dengan skema jangka pendek, menengah, dan panjang beserta kebijakan yang mestinya diambil.
Menteri keuangan bersama BI, OJK dan LPS selaku Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), juga harus melakukan stress case. Misalnya, bagaimana kondisinya nanti jika Covid-19 selesai di bulan Juni, atau di bulan Juli. Hal itu disertai dengan ketentuan dan aturan pelaksanaannya.
“Perlu ada aturan dan tindakan yang tegas, jelas dan terukur. Kalau tidak, akan semakin mendalam. Terkesan asyik memanfaatkan kondisi Covid-19 untuk menambal sulam kondisi lemahnya ketahanan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan. Karena semua bersembunyi di balik Corona,” tegas Hergun.
Di sisi lain, Kemenkes maupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tidak bisa memprediksi kapan berakhirnya wabah ini, dan langkah
kerja konkretnya pun belum terlihat. Hal itu memperlihatkan kepada publik bahwa masing-masing berjalan sendiri-sendiri.
“Ini kan terkesan jalan sendiri-sendiri. Contoh untuk kebutuhan APD kudunya bisa ditutupi segera. Bukankah kita punya BUMN Kesehatan,” tukasnya mempertanyakan.
Maka dari itu, Hergun meminta jajaran pemerintah betul-betul bertindak dengan hati-hati dalam melaksanakan Perppu 1/2020 serta, perlunya sinergi yang nyata dan konkret antar kementerian dan lembaga dalam perang melawan Covid-19.
“Jangan sampai ada kesan yang muncul di tengah masyarakat, Perppu Corona ini dijadikan aji mumpung. Lama-lama tugas dan tanggung jawab DPR juga bisa enggak ada lagi semua diambil Perppu. Sementara utang makin banyak. Berutang persoalan gampang, tetapi bayarnya nanti bagaimana,” tandas ketua DPP Gerindra ini.
Untuk diketahui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk kali pertama dalam sejarah Indonesia menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) bertenor sangat panjang, yakni mencapai 50 tahun.
SUN itu diterbitkan guna memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran, termasuk untuk menghadapi wabah virus Corona atau (Covid-19).
Sri menerbitkan SUN dengan tiga seri berdenominasi dolar AS, yakni seri RI1030, RI1050 dan RI0470. Total nominal yang berhasil diraup sebesar US$4,3 miliar, terdiri dari masing-masing US$1,65 miliar tenor 10,5 tahun, US$1,65 miliar tenor 30,5 tahun dan US$1 miliar untuk 50 tahun.
“Sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Menteri Keuangan menetapkan hasil transaksi penjualan SUN dalam valuta asing,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dikutip dari keterangannya, kemarin.
Pembiayaan APBN melalui mekanisme pasar, kata Rahayu, merupakan upaya Pemerintah untuk tetap menjalankan kebijakan fiskal secara kredibel, disiplin, dan berkelanjutan di tengah kondisi perekonomian global yang bergejolak, terutama seperti saat ini yang disebabkan wabah Covid-19.
Laporan: Muhammad Hafidh