KedaiPena.Com- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengkritik, sikap Komnas HAM yang ngotot agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), namun menolak vonis hukuman mati pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak.
Hal itu disampaikan HNW sapaanya menyoroti sikap Ketua Komnas HAM Ahamad Taufan Demanik yang tidak setuju dengan pemberlakuan hukuman mati terhadap terdakwa pemerkosaaan 12 santriwati di Jawa Barat yakni, Herry Wiryawan.
“Ini bukti keseriusan dan komitmen untuk memberantas kekerasan dan kejahatan seksual, apalagi ketika anak-anak yang menjadi korbannya. Sanksi hukuman mati itu diakui dalam sistem hukum di Indonesia, melalui UU Perlindungan Anak, yang malah dikuatkan Presiden Jokowi dengan Perppu yang menjadi UU No. 17/2016 tentang Perubahan Kedua UU Perlindungan Anak,” tegas HNW dalam keterangan tertulis, Sabtu, (15/1/2022).
HNW mengingatkan, agar Komnas HAM dapat konsisten dengan menghormati dan melaksanakan prinsip konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945.
“Apalagi berdasarkan prinsip hukum dan HAM di Indonesia, ada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemberlakuan hak asasi manusia di Indonesia harus tunduk pembatasan yang dibuat undang-undang, seperti UU Perlindungan Anak di atas,” ujarnya.
HNW menyatakan, meski UUD NRI 1945 memberikan jaminan terhadap hak hidup sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28I, tetapi pelaksanaan hak hidup itu dibatasi oleh Pasal 28J ayat (2) tersebut.
“Artinya, sanksi hukuman mati itu tetap sah diberlakukan selama diatur melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia”ujarnya.
HNW mengatakan, bahwa UU Perlindungan Anak telah dengan jelas mencantumkan beberapa ketentuan hukuman mati terhadap kejahatan serius terhadap anak.
Selain Pasal 81 ayat (5) terkait kekerasan seksual terhadap anak yang dikenakan kepada Herry Wirawan, ada pula Pasal 89 ayat (1) yang mencantumkan hukuman mati terkait pelibatan anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika dan/atau psikotropika.
HNW menekankan, di tengah meningkatnya kejahatan/kekerasan seksual terhadap Anak, semestinya pasal-pasal dari UU Perlindungan Anak yang mengatur sanksi maksimal hingga hukuman mati, bila ketentuan yang masih berlaku itu dipraktekkan.
Dalam kasus ini, tegas dia, seperti tuntutan yang dilayangkan Kejati Jabar terhadap terdakwa predator santriwati, Hery Wirawan.
Anggota Komisi VIII DPR RI yang juga membidangi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu juga mendukung tuntutan Jaksa terhadap Herry Wirawan yang menambahkan sanksi yang memberatkan.
Hal ini, tegas dia, sebagai ikhtiar untuk usaha menghadirkan efek jera agar orang lain berpikir berulangkali untuk melakukan perbuatan serupa.
“Memang ada pihak yang berdalih tidak ada korelasi antara hukuman mati dan efek jera, dengan argumen bahwa kejahatan toh masih ada. Ini logika yang sesat dan tak sesuai dengan prinsip negara hukum seperti yang berlaku di Indonesia. Kalau cara berpikirnya seperti itu, maka semua sanksi pidana yang ringan sekalipun akan bisa dianggap tidak diperlukan, karena dianggap tidak memiliki efek jera, karena masih terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat,” beber dia.
HNW mengatakan, sikap mendukung hukuman mati terhadap predator Anak seperti Hery Wiryawan, merupakan komitmen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam memberantas dan mencegah kekerasan dan kejahatan seksual.
HNW juga berharap, agar sebelum RUU TPKS disahkan juga sebagai UU dapat terlebih dahulu diperbaiki sesuai dengan aspirasi Publik.
HNW menekankan, perbaikan dilakukan antara lain dengan mencantumkan hukuman yang maksimal kepada pelaku kekerasan seksual.
“Ini bentuk konsistensi kami memberantas kekerasan seksual dan melindungi korban. Maka kalau para pendukung RUU TPKS serius melawan kejahatan/kekerasan seksual, dan betul-betul ingin melindungi korban, mereka harusnya juga mendukung tuntutan hukuman mati ini, tidak malah menolaknya, dan memasukkan ketentuan sangsi hukuman mati itu ke dalam Pasal-Pasal di RUU TPKS,” tukas Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Laporan: Muhammad Lutfi