KedaiPena.com – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebutkan Rupiah mujur dan membandingkan Rupiah dengan Baht Thailand, Won Korea, dan Lira Turki, dikritisi oleh Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat.
Ia menilai pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memandang enteng pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS, dengan depresiasi rupiah tidak ‘sebahaya’ mata uang Thailand, Korea, dan Turki, akan menurunkan nilai penting penanganan masalah ekonomi Indonesia.
“Memang, secara nominal, rupiah mungkin tidak terdepresiasi seburuk mata uang negara lain. Namun, pernyataan Sri Mulyani ini, cenderung menyesatkan dan dapat mengurangi urgensi dalam menangani masalah fundamental ekonomi Indonesia,” kata Achmad Nur, Minggu (28/4/2024).
Ia menyatakan menilai kinerja mata uang hanya berdasarkan depresiasi nominal di pasar forex, bisa sangat menyesatkan. Apalagi klaim bahwa rupiah masih ‘lebih baik’ ketimbang mata uang negara lain, merupakan pendekatan reduktif. Nadanya mengabaikan faktor-faktor kompleks yang membentuk ekonomi suatu negara.
“Sementara pelemahan rupiah mungkin terlihat lebih minimal dibandingkan dengan mata uang negara lain, ini tidak necessarily berarti bahwa kondisi ekonomi Indonesia lebih stabil atau lebih baik,” kata Achmad Nur.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak membantah rupiah melemah terhadap dolar AS. Namun, negara lain mengalami hal yang sama. Nasib rupiah disebut lebih mujur. Pemicunya adalah indeks dolar AS menguat 4,5 persen, sehingga mata uang negara lain terkoreksi.
“Negara-negara seperti sekitar kita dan di emerging country G20, ada di situasi yang mirip, bahkan ada yang lebih parah lagi. Tergantung dari pondasi dan kondisi ekonomi masing-masing,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA Edisi April 2024 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, (26/4/2024).
Sri Mulyani mencontohkan, mata uang baht Thailand yang terkoreksi 8,56 persen, atau won Korea Selatan terkoreksi di 6,31 persen, dan lira Turki merosot 10,4 persen. Demikian pula, Brazil tertekan 5,06 persen; Vietnam 4,7 persen; Afrika Selatan 4,7 persen; Filipina 3,9 persen.
“Jadi pergerakan nilai tukar, kecenderungan terjadinya capital outflow, koreksi nilai tukar, harga saham, dan yield dari surat berharga, menjadi fokus dari pembahasan menteri keuangan dan gubernur bank sentral di G20 maupun pertemuan IMF minggu lalu,” ujarnya.
Sri Mulyani pun menekankan agar masing-masing negara, harus mulai melakukan penyesuaian dengan dinamika market yang cukup tinggi seperti saat ini.
Dengan indeks dolar AS yang menguat, maka nilai tukar rupiah mengalami depresiasi 5,37 persen sejak awal tahun secara year to date (ytd). Dengan kata lain, rupiah lebih apes ketimbang Brazil, Afrika Selatan dan Filipina.
Laporan: Ranny Supusepa