KedaiPena.Com – Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) memang untuk jangka panjang. Namun demikian, manfaat investasi harus tetap berorientasi pada penciptaan lapangan kerja atau penyelamatan (bail-out) lapangan pekerjaan.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat atau Orkestra Poempida Hidayatullah merespons kebijakan pemerintah, tepatnya Kementerian Ketenagakerjaan soal kebijakan batas minimal pencairan JHT BPJS Ketenagkerjaan di usia 56 tahun.
Kemenaker mengklaim, JHT usia 56 tahun dipilih untuk memastikan kembali pada filosofinya sebagai bantalan sosial pekerja pada hari tua.
“Memang untuk jangka panjang. Tapi manfaat investasinya harus berorientasi pada penciptaan lapangan kerja atau penyelamatan (bail-out) lapangan pekerjaan,” imbuh Poempida, Minggu,(13/2/2022).
Poempida juga memasang, jika kebijakan yang dibuat harus dilandaskan oleh suatu alasan yang masuk akal dan harus dapat disosialisasikan secara transparan. Jika kemudian kebijakan tersebut dibuat hanya untuk menutupi kelemahan tertentu maka hanya akan membuat masalah di kemudian hari.
“Bukan memberikan solusi. Inilah banyaknya kegagalan pengambil kebijakan dalam memahami dampak strategis dari suatu kebijakan,” papar Poempida.
Poempida menambahkan, secara filosofi Jaminan Hari Tua (JHT) memang dirancang dalam konteks yang bersifat jangka panjang dan dapat dimanfaatkan pada saat pekerja atau buruh memasuki usia pensiun.
“Perlindungan seperti ini sebetulnya sudah ada dalam bentuk Jaminan Pensiun. Sehingga JHT dianggap sebagai suatu perlindungan saat kehilangan pekerjaan/PHK,” ungkap mantan Dewas BPJS Ketenagakerjaan ini.
Poempida menekankan, seyoganya saat ini sudah terimplementasikan Jaminan Kehilangan Pekerjaan berbasis UU Ciptaker. Sehingga perlindungan ini pun juga sudah tercover.
“Yang harus diperhatikan apakah kebijakan tentang JHT ini dilandaskan untuk kebaikan peserta atau karena buruknya pengelolaan investasi dari JHT itu,” ungkap Poempida.
Poempida menegaskan, buruknya pengelolaan JHT ini tidak dapat diselesaikan dengan sekedar kebijakan seperti itu. Menurutnya, hal itu karena persoalannya kultural dan behavioral.
“Harus terjadi basis perubahan mendasar dari pengelolaan JHT. Seyogianya dana kelolaan sebesar JHT itu bisa bermanfaat banyak bagi dunia ketenagakerjaan. Namun yang terjadi sekarang hanya dinikmati oleh segelintir orang tertentu,” pungkas Poempida.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Ketenegakerjaan Diah Indah Putri mengemukakan kebijakan batas minimal pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun ditetapkan untuk memastikan JHT kembali pada filosofinya sebagai bantalan sosial pekerja pada hari tua.
“JHT adalah amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan turunannya. Tujuannya agar pekerja menerima uang tunai saat sudah pensiun, cacat tetap, dan meninngal. Jadi sifanta old saving. JHT adalah kebun jati, bukan kebun mangga. Panennya lama,” kata Diah melalui utas di akun Twitter @Dita_Sari_ pada Jumat malam (11/2/2022).
Laporan: Muhammad Lutfi