TOKOH nasional Rizal Ramli (RR) yang artikulatif memberikan solusi dan siap bertarung gagasan/terobosan untuk mengatasi kompleksitas masalah ekonomi yang gagal dipecahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan kawan-kawan di kabinet Jokowi.
Dalam dunia Jawa modern, konsep dan pengertian ” Weruh saduring winarah” atau Mengetahui apa yang akan terjadi sebelum kejadian. merupakan salah satu ciri satrio piningit (kesatria yang disimpan, bukan malah disembunyikan). Dalam arti bahwa sosok itu transparan, nyata, konkret dan memiliki solusi menyelesaikan masalah bangsa, terutama ekonomi dan sosial. Bukan tipe satria palsu yang bodoh, penuh kebohongan dan pencitraan.
Mendiang Benedict Anderson dari Cornell University, AS menyebut gerakan milinearisme yang selalu berobsesi menemukan Ratu Adil. Dalam era globalisasi kapitalisme tak bisa menemukan jawaban karena sosok piningit yang memang bersembunyi itu ternyata ketika muncul, berwujud sosok yang bodoh dan pendusta sehingga hanya mengundang halusinasi rakyat yang tercetus.
Misalnya, dalam aksi Sunda Emperor, King of the King, Kerajaan Agung Sejagad dan sebagainya. Karena memang acara kultural mereka itu sama bodohnya dengan elite penguasa yang mereka protes dan koreksi.
Maka ketika kebodohan ketemu kebodohan, yang terjadi adalah krisis multidimensi dan benturan kejumudan.
Kini rakyat sudah melarat dan makin miskin serta lapar, hanya menunggu waktu untuk bergolak menuntut keadilan sosial.
Rizal Ramli bukanlah Satrio Piningit dalam pengertian Jawa Lama yang kolot, cupek dan emoh modernitas, justru RR hadir untuk memberikan jawaban. Dialah kesatria yang surplus gagasan atau terobosan memecahkan krisis ekonomi.
Dialah tipikal Satrio Piningit modern yang didambakan rakyat untuk mengatasi masalah ekonomi, yang membelit dan menghisap rakyat sampai melarat sekali.
Jawa Lama sudah mengalami modernisasi dan rasionalitas publik menuntut pemimpin nasional. Adalah sosok tipikal RR, Satrio Pinandito yang cakap dan piawai memecahkan masalah, bukan tipikal ”penguasa boneka satrio pinokio” yang malah menjadi bagian dari masalah itu sendiri dan membebani rakyat dengan masalah sosial-ekonomi yang berat sekali.
Ibaratnya kini, gigi bolong sudah membusuk dan harus dicabut agar tidak mengundang kutuk.
Oleh Herdi Sahrasad, Wartawan Senior