PASCAÂ bentrokan antara warga dengan aparat kepolisian saat Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meresmikan RPTRA di Penjaringan Indah, Jakarta Utara, menangkap dan menahan sejumlah orang, termasuk aktivis Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Kelurahan Penjaringan, Sugiyanto alias Otoy.
Ia dijemput paksa pihak kepolisian pada Jum’at (24/06) lalu pukul 01.00 WIB tanpa disertai surat resmi penangkapan dan ditahan di Kepolisian Resort Jakarta Utara. Saat ini, Otoy telah dibebaskan namun statusnya dinaikkan menjadi tersangka terkait bentrokan tersebut.
Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) mengecam tindakan kepolisian yang menangkap dan menahan aktivis SPRI tanpa surat resmi penangkapan serta menjadikannya sebagai tersangka. Sebagai aktivis SPRI, Sugiyanto cukup aktif terlibat dalam aksi-aksi menolak penggusuran paksa yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan data yang dimiliki LBH Jakarta, sepanjang tahun 2015 sudah terjadi 113 kasus penggusuran paksa yang terjadi di DKI Jakarta. Angka penggusuran paksa di DKI Jakarta pada tahun 2015 tersebut merupakan angka penggusuran paksa tertinggi di tahun 2015. Kasus-kasus penggusuran paksa tersebut dialami oleh 8.145 kepala keluarga (KK) dan 6.283 unit usaha warga di DKI Jakarta.
LBH Jakarta juga menemukan 72 kasus dari 113 kasus penggusuran di DKI Jakarta meninggalkan warga dalam keadaan tanpa solusi. Tidak adanya tindak lanjut setelah penggusuran paksa tersebut menyebabkan kualitas hidup warga menurun. Jaminan akan rumah tinggal yang layak, lingkungan yang bersih, kesehatan dan pendidikan untuk warga yang memadai serta pekerjaan yang layak bagi warga negara menjadi hilang akibat penggusuran paksa yang tanpa solusi tersebut.
Penangkapan, penahanan terhadap aktivis SPRI serta menjadikannya sebagai tersangka tentunya juga dapat dimaknai sebagai upaya kriminalisasi oleh pihak penguasa kepada gerakan rakyat yang menolak upaya penggusuran paksa. Praktek kriminalisasi yang dialami oleh aktivis SPRI ini sebenarnya hanya menambah daftar panjang dari tindakan kriminalisasi yang dilakukan penguasa kepada gerakan rakyat. KontraS mencatat setidaknya terjadi 25 kasus kriminalisasi yang muncul sepanjang tahun 2015.
Sementara data LBH Jakarta menunjukkan ada 49 orang yang telah dikriminalisasi sepanjang tahun 2015. Yang paling mengejutkan adalah data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) yang menyebutkan ada 278 orang yang dikriminalisasi terkait konflik agraria sepanjang 2015. Pihak-pihak yang dikriminalisasi antara lain adalah petani, masyarakat adat, nelayan, aktivis agraria, buruh, dan yang lainnya.
Praktek kriminalisasi terhadap gerakan rakyat ini sangat erat kaitannya dengan orientasi kebijakan pembangunan dan perekonomian para penguasa di Indonesia, yang tentunya lebih mementingkan kepentingan pemilik modal dibandingkan kepentingan rakyat. Sepanjang kebijakan pembangunan dan perekonomian penguasa belum berpihak kepada rakyat, maka angka kriminalisasi terhadap gerakan rakyat akan terus bertambah panjang.
Aktivis-aktivis gerakan rakyat menjadi sangat mudah untuk dibungkam melalui praktek kriminalisasi karena seluruh sumber daya politik, ekonomi dan keamanan negeri ini dikuasai oleh kepentingan penguasa yang berpihak kepada kepentingan pemilik modal. Untuk itu, menjadi penting bagi gerakan rakyat untuk membangun kekuatan politiknya sendiri untuk menandingi dan melawan penindasan yang selama ini dilakukan oleh penguasa dan pemilik modal.
Maka dari itu, kami dari Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia menyatakan sikap:
- Mendukung perjuangan yang dilakukan oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) untuk menolak penggusuran paksa yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta;
- Satukan seluruh kekuatan gerakan rakyat untuk melawan praktek kriminalisasi yang selama ini dialami oleh aktivis-aktivis gerakan rakyat;
- Bangun persatuan kekuatan gerakan rakyat Multi sektor untuk melawan rezim yang represif serta mementingkan kepentingan pemilik modal;
- Bangun kekuatan politik gerakan rakyat Multi sektor dengan membangun partai politik alternatif untuk mewujudkan daulat rakyat yang adil, setara dan sejahtera;
- Bangun persatuan dan solidaritas seluruh elemen rakyat untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia
Oleh Ketua Dewan Pimpinan Nasional Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) Chabibullah                                                                  Â