DENGAN datangnya kapal selam pertama dari galangan kapal Korsel, maka komposisi kekuatan TNI AL menjadi tiga kapal selam berstatus operasional.
Fungsi asasi kapal selam adalah intai taktis-strategis dan pemukul awal. Dengan fungsi asasi tersebut, maka pola penggelaran dan pola pengerahan harus difokuskan pada efek penggentar.
Pola gelar kapal selam harus berada di pangkalan depan. Sedangkan pola pengerahan dari pangkalan depan ke daerah operasi atau ke pangkalan aju.
Dengan pola penggelaran dan pola pengerahan yang tepat, maka satu kapal selam bisa menyebabkan satu armada kapal lawan terkunci di suatu zona. Kapal selam dapat melaksanakan blokade laut yang efektif dan efisien.
Jika kapal selam dilengkapi kemampuan menyebar ranjau, maka efek penggentar tersebut meningkat beberapa kali. Efek penggentar sebesar itu, dalam dunia militer dikenal sebagai salah satu bentuk pshyco warfare (perang urat syaraf).
Filosofi penggunaan kapal selam pada masa damai dan masa perang juga berbeda. Penggunaan pada masa damai juga ditujukan untuk pengumpul data intelijen maritim serta dapat diolah dan disampaikan kepada pengguna akhir, yaitu Presiden RI melalui BIN.
Presiden dan kabinet dapat memanfaatkan data intelijen maritim untuk pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan nasional sesuai visi Poros Maritim Dunia.
Penggunaan pada masa perang dapat digunakan terlebih dahulu untuk melaksanakan infiltrasi agen intelijen dan/atau pasukan khusus.
Dengan kapasitas dan kompetensi tersebut memang layak kapal selam dinilai sebagai Alutsista unggulan TNI di masa depan. Tepat kiranya pemerintah saat ini meningkatkan postur tempur TNI dengan menambah jumlah kapal selam.
Kapal selam KRI Nagapasa 403 adalah Alutsista TNI AL terbaru memperkuat jajaran TNI. Pengadaannya masuk di dalam program MEF yang telah disetujui oleh pemerintah dan DPR.
Perkuatan kapal selam baru untuk mengimbangi antara tuntutan tugas TNI AL untuk pengamana perairan Indonesia dengan ketersediaan Alutsista.
Kehadiran KRI Nagapasa 403 yang direncanakan digelar di pangkalan TNI AL Palu untuk ikut mengamankan perairan Blok Ambalat semakin memperjelas kebutuhan pembentukan Komando Armada RI Kawasan Tengah.
Prinsipnya, kedatangan Alutsista harus dibarengi dengan fasilitas logistiknya sehingga baik Alutsista maupun fasilitas pada akhirnya membutuhkan validasi organisasi, yakni Koarmateng.
Kedatangan KRI Nagapasa 403 juga menjadi akselerator bagi PT PAL untuk berbenah diri menyiapkan sarana prasarana pembangunan kapal selama baru dan galangan kapal untuk pemeliharaan dan perbaikan.
PT PAL harus mampu menjaga sustainability peralatan KRI Nagapasa 403, baik platform dan permesinan maupun sistem deteksi dan senjata.
Pada skala nasional, kedatangan KRI Nagapasa 403 juga momentum bagi industri maritim dan galangan kapal lainnya di seluruh Indonesia untuk ikut aktif menyiapkan diri menerima perbaikan kapal selam.
Kita tidak boleh bertumpu hanya kepada PT PAL. Pemerintah harus membuka kompetisi yang sehat, agar tidak dimonopoli PT PAL. Kompetisi industri yang sehat dapat meningkatkan kinerja industri pertahanan.
Koarmateng harusnya terwujud 2014 dengan Mako di Makassar. Sedangkan Koarmatim geser ke Sorong. Fasilitas sudah 75 persen, tinggal geser saja, tapi belum ada izin dari Mabes TNI. Padahal, kebutuhan sudah mendesak.
Oleh Susaningtyas NH Kertopati, pengamat intelijen dan akademisi Universitas Pertahanan