KedaiPena.Com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tapteng diingatkan untuk berhati-hati dalam meloloskan pasangan balon perseorangan di Pilkada Tapteng 2017.
Hal itu diungkapkan Kuasa Hukum DPD Hanura Sumatera Utara, Mulyadi dalam keterangan pers kepada wartawan di Pandan, Kamis (15/9).
“Itulah yang perlu saya ingatkan kepada KPU, PPK dan PPS, agar hati-hati dalam meloloskan pasangan calon perseorangan,†kata Mulyadi.
Penuturan praktisi hukum yang juga mendampingi Syarfi Hutauruk dalam Pilkada Sibolga 2015 lalu ini, KPU Tapteng diminta benar-benar memahami banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi dalam UU nomor 10 tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota.
Misalnya soal persentase syarat minimal dukungan balon perseorangan yang sebelumnya sebanyak 10 persen dari jumlah penduduk, diubah menjadi 10 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Setiap calon perorangan harus mendapatkan surat dukungan (B1KWK), di dalam B1KWK tertulis pernyataan masyarakat yang mendukung. Masyarakat yang mendukung calon perseorangan harus terdaftar dalam DPT, memiliki KTP dan menandatangani formulir pernyataan dukungan tersebut,” terang Mulyadi.
Persoalan lain, lanjut Mulyadi, soal kepastian kebenaran dukungan dari masyarakat kepada para bakal calon. Menurut ia, KPU harus melakukan verifikasi administrasi secara mendetail. Misalnya melakukan pencocokan KTP dengan surat dukungan yang ada, serta memastikan KTP tersebut masuk dan terdaftar dalam DPT.
Tetapi, ada Verifikasi lain adalah Verifikasi Faktual. Verifikasi Faktual Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 48 Ayat 6, Verifikasi Faktual dilakukan secara sensus. KPU sebagai penyelenggara ketika melakukan Verifikasi Faktual, harus menemui langsung setiap pendukung calon perseorangan,” katanya.
Ia juga menekankan, terkait adanya sanksi pidana yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut. Yakni, ketika ternyata dalam verifikasi Faktual ternyata ditemukan adanya dukungan palsu, maka sesuai Pasal 185A dan 185B, orang yang berkewajiban melakuka verifikasi itu akan diancam pidana selama minimal 3 tahun penjara da maksimal 6 tahun penjara.
“Harus dipastikan bahwa formulir dukungan itu adalah benar standarnya formulir itu tertuang dalam formulir yang resmi, ada KTP nya dan terdaftar dalam DPT serta harus dipastikan juga tidak ada dukungan ganda,” katanya.
Ia mengingatkan, jika akhirnya ditemukan 1 saja dokumen dukungan tersebut ternyata palsu, maka unsur pidana dinyatakan telah terpenuhi.
“Karena telah melalaikan tugas dan wewenangnya. KPU harus clean and clear betul, ketika pasangan perseorangan lolos maka harus dipastikan tidak ada dokumen yang palsu. Berlaku profesional, cermati Undang-undang perubahan amandemen Undang-undang Pilkada, yang sekarang menjadi Undang-undan Nomor 10 Tahun 2016. Cermatilah dengan baik, khilaf sedikit saja, maka akan menghantarkan Pidana minimal 3 Tahun maksimum bisa 6 Tahun,” katanya.
Lebih jauh ia mengatakan, para kandidat bakal calon perseorangan juga harus berhati-hati dalam proses pengumpulan dukungan. Menurut ia, dokumen yang tak dapat dipertanggungjawabkan oleh kandidat bakal calon juga akan berakibat fatal, yakni sanksi pidana.
“Pastikan orang yang disuruh bekerja dengan benar mendapatkan surat dukungan dari masyarakat serta pastikan dokumen yang diterima itu benar. Apabila ada 1 dokumen saja yang tidak benar, maka cukup untuk menghantarkan calon perseorangan kepenjara,” pungkas Mulyadi.
Disinggung atas kepentingan apa dirinya melibatkan diri dalam proses tahapan pencalonan balon perseorang ini, Mulyadi menegaskan kepentingan itu sangat jelas. Dimana Hanura sebagai salah satu partai yang melibatkan kadernya maju di Pilkada menginginkan terselenggaranya proses Pilkada yang jurdil, bersih dan taat hukum.
“Kalau ini ada kecacatan, kan kami calonkan dari kader Hanura, kalau ada kecacata, ini akan menjadi masalah di MK (Mahkamah Konstitusi). Artinya, menyelematkan Hanura jelas dan kepentingan mengingatkan KPU juga jelas,†katanya.
(Dom)