KedaiPena.Com – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menyoroti penunjukan Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum di tubuh Partai Golkar.
Arief pun menyindir, jika berdasarkan undang-undang hanya Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) memiliki otoritas untuk menandatangani dokumen dalam sebuah partai politik.
“Nah kalau misalnya posisi Ketua Umum (Partai Golkar) itu diganti oleh Plt, nanti kita kan cek, Plt ini punya kewenangan seperti yang dimiliki oleh Ketua Umum atau tidak,” kata Arief ditulis Jumat (24/11).
Oleh sebab itu, Arief menegaskan, akan kembali meneliti kewenangan Idrus sebagai Plt Ketua Umum Golkar. Ia juga menyatakan akan menanyakan kepada pihak Golkar aturan mengenai wewenang dari Plt.
Hal ini harus dilakukan lantaran sangat dimungkinkan adanya perbaikan dokumen yang membutuhkan tanda tangan dari Ketua Umum Golkar, setiap proses tahapan Pemilu.
Terlebih, dalam proses pencalegan untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) berdekatan waktunya dengan pelaksanaan Pilkada serentak 2018 yang diadakan di 171 daerah di seluruh Indonesia.
“Nah ini kan bervariasi ya tiap partai politik, ada perbaikan dokumen yang memang sebetulnya tidak membutuhkan tanda tangan. Tapi sebagian besar dokumen itu membutuhkan tanda tangan Ketum dan Sekjen,” jelas pria asal Surabaya ini.
Kemudian, Arief menambahkan jika Partai Golkar juga harus melaporkan masalah kepemimpinan ini kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta KPU.
Namun hingga kini, ia mengaku belum menerima pemberitahuan dari partai berlambang pohon beringin tersebut. Sejauh ini, Arief menyatakan bahwa pihaknya hanya memantau perkembangan masalah tersebut dari media massa.
“Sampai hari ini belum, secara resmi belum (menerima surat pemberitahuan dari Golkar),” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, Idrus Marham ditunjuk menjadi Plt Ketua Umum Golkar dalam rapat pleno Partai Golkar, Selasa (21/11) lalu. Penunjukkan ini dilakukan untuk mengisi kekosongan setelah Setya Novanto berstatus sebagai tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus korupsi e-KTP sejak Jum’at (17/11).
Laporan: Muhammad Hafidh