KedaiPena.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk memeriksa Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo dalam kasus dugaan suap perizinan Meikarta, proyek besutan Lippo Grup.
Pemeriksaan politisi PDIP tersebut buntut dari fakta persidangan yang muncul dalam sidang lanjutan terdakwa petinggi Lippo Grup, Billy Sindoro, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Bandung, Jawa Barat, hari ini.
“Kami perlu pelajari terlebih dahulu, mempelajari dalam artian apakah untuk proses penyidikan perlu permintaan keterangan yang lebih lanjut atau cukup setelah kita memeriksa Dirjen otda,” ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/1).
Ditjen Otda, Soemarsono alias Soni sebelumnya pernah diperiksa untuk kasus ini. Soni merupakan perantara ketika Tjahyo berkomunikasi dengan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin.
Kembali ke soal rencana KPK memanggil Tjahyo, juga didasari lantaran Neneng sebagai pihak yang memberikan kesaksian kini sedang mengajukan Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang Bekerjasama.
“Apa yang ia (Neneng) (keterlibatan Tjahyo) sebaiknya memang dibuka saja,” kata Febri.
KPK juga akan mencocokan fakta yang muncul di persidangan soal Tjahyo dengan sejumlah bukti yang telah didapatkan.
KPK diketahui telah mengantongi keterangan dari Dirjen Otda Kemendagri Soni Sumarsono terkait proses perizinan yang diberikan untuk membangun Meikarta. Sebab, kata Febri, ada dua kewenangan yakni Pemkab Bekasi dan Pemprov Jawa Barat terkait pemberian izin proyek Meikarta.
“Ada dua otoritas atau ada lebih dari satu otoritas atau instansi yang mempunyai kewenangan dan melaksanakan kewenangannya terhadap izin proyek Meikarta. Ketika ada proses tersebut dan ada resiko proses di dua instansi tidak berkesesuaian, maka itu menjadi alasan Kemendagri melakukan rapat lainnya mempertemukan pihak-pihak terkait tersebut,” bebernya.
Sebelumnya Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin mengaku pernah dimintai tolong Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo agar membantu proses perizinan proyek Meikarta milik Lippo Grup.
“Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, ‘Tolong perizinan Meikarta dibantu’,” ujar Neneng
Neneng menuturkan dirinya sempat diminta bertemu Dirjen Otonomi Daerah, Soemarsono guna membicarakan hasil rapat pleno bersama mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.
Dalam rapat pembahasan izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT), Deddy meminta agar perizinan pembangunan seluas 84,6 hektare ditunda terlebih dahulu. Luasan proyek tersebut membutuhkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
Saat berbicara dengan Soemarsono itu lantas dirinya diberikan telepon jika Tjahyo ingin berbicara dengannya
“Saat itu (dipanggil ke Jakarta), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menelepon Pak Soemarsono, berbicara sebentar, kemudian telepon Pak Soemarsono diberikan kepada saya, dan Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, ‘tolong perizinan Meikarta dibantu,” katanya.
Dalam perkara ini, KPK menemukan ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan Meikarta. Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektar. Namun pada kenyataannya, Meikarta mengiklankan dan akan membangun proyeknya seluas 500 hektar.
Oleh karenanya, KPK menduga ada pihak yang sengaja merubah aturan tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi. Diduga, aturan tersebut sengaja dirubah oleh anggota DPRD Bekasi serta sejumlah pihak untuk memuluskan kepentingan Lippo Group dalam menggarap Meikarta.
Awalnya, kasus ini bermula saat KPK berhasil mengungkap adanya praktik rasuah pengurusan izin proyek Meikarta yang menjerat sembilan orang tersangka. Meikarta merupakan mega proyek yang sedang digarap oleh anak usaha PT Lippo Group, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).